Hetifah mengungkapkan, dari 817 bahasa daerah yang tercatat, hanya sebagian kecil yang memiliki sistem aksara. Pewarisannya pun tak dilakukan dalam bentuk aksara atau secara tertulis.
“Ada 12 aksara daerah di Indonesia. Ini menunjukkan tuturan lisan lebih dominan dari tulisan dalam bahasa daerah,” ujarnya di Kompeleks PPSDM Kemendikdasmen, Sawangan, Depok, Senin 26 Mei 2025.
Menurutnya, faktor ini membuat pelestarian bahasa daerah menghadapi tantangan tersendiri. Ia menjelaskan, menulis memerlukan keterampilan dan konsentrasi tinggi, sedangkan berbicara bersifat lebih spontan.
Namun demikian, banyak bahasa daerah yang hidup dalam bentuk lisan juga berada di ambang kepunahan. “Itupun banyak bahasa lisan yang nyaris punah, begitu juga di daerah saya di Kalimantan Timur,” kata Hetifah.
Hetifah pun menyampaikan pentingnya peran pendidikan dalam merawat bahasa daerah. Ia berharap sistem pembelajaran dapat mendorong pemanfaatan unsur lokal seperti nyanyian tradisional, pantun, dan pesan-pesan turun-temurun.
“Mudah-mudahan sistem pendidikan bisa mendorong hal-hal yang bersifat lokal,” ucapnya.
Baca juga: 120 Bahasa Daerah Akan Direvitalisasi pada 2025 |
Hetifah juga menyinggung dinamika sosial yang dapat berdampak pada keberlangsungan bahasa daerah, salah satunya pernikahan lintas suku. Ia menilai, penggunaan lebih dari satu bahasa dalam keluarga dapat menjadi salah satu cara menjaga keberadaan bahasa daerah.
“Mudah-mudahan ada keluarga yang mengajarkan anak-anak multilingual,” katanya.
Mengutip data dari UNESCO, Hetifah menyebutkan bahwa satu bahasa dapat punah setiap dua minggu. Ia menekankan pentingnya kesadaran kolektif untuk melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya. “Ikutlah melestarikan bahasa daerah,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News