Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Seno)
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Seno)

Guru Honorer dan Potret Tata Kelola Pendidik di Indonesia

02 Mei 2018 10:25
Jakarta: Potret buram pendidikan di Indonesia tidak hanya dialami oleh para siswa yang belajar di tengah keterbatasan. Isu lain yang tak kalah penting untuk direnungkan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional adalah kondisi guru honorer yang masih jauh dari sejahtera.
 
Beredarnya foto slip gaji seorang guru honorer dengan upah Rp35 ribu per bulan menjadi bukti. Faktanya, kondisi ini hampir dialami oleh sebagian besar guru honorer terutama yang bertugas di daerah.
 
"Kondisinya memang seperti itu. Banyak sekali guru honorer yang tidak mendapatkan gaji. Kalau pun berpenghasilan jumlahnya jauh dari upah minimum. Itu faktanya," ungkap Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji dalam Selamat Pagi Indonesia, Rabu, 2 Mei 2018.

Mirisnya, kondisi guru honorer, kata Indra, tak lepas dari buruknya tata kelola guru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkap, kurun waktu 1999-2015 pertumbuhan guru honorer begitu fantastis mencapai 860 persen.
 
Sementara dibandingkan dengan rasio pertumbuhan siswa di Indonesia yang hanya 17 persen dan guru pegawai negeri sipil (PNS) 23 persen, jumlah tersebut sangat timpang. 
 
"Di sini tata kelolanya yang jadi problem. Pertumbuhan siswa 17 persen dan guru 23 persen saja sudah lebih, apalagi dengan guru honorer yang 860 persen, porsi anggaran akan semakin kecil. Sudah ada kajiannya dari Bank Dunia," kata Indra.
 
Indra mengatakan, secara angka jumlah guru di Indonesia berlebih tapi tidak seimbang dengan distribusi. Problemnya, tata kelola guru tidak digawangi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melainkan daerah masing-masing.
 
Untuk tingkatan sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) tata kelola guru berada di tangan pemerintah kabupaten, sementara guru SMK dan SMA di pemerintah provinsi.
 
Ada pun yang dikelola pemerintah pusat langsung justru bukan di Kemendikbud namun di Kementerian Agama yang membawahi sekolah berbasis agama atau madrasah.
 
"Tata kelolanya tidak satu pintu akhirnya tidak terkontrol. Kalau lihat dari angka wajar penghasilan guru honorer sedikit karena harus dibagi ke sekian banyak orang. Anggaran pendidikan di Indonesia itu Rp400 triliun dan 60 persennya lari ke guru," ujarnya.
 
Indra mengungkap, yang lebih memprihatinkan upah guru honorer saat ini diserahkan ke daerah masing-masing bahkan ada yang diserahkan ke sekolah masing-masing. Beban sekolah selain mengajar juga membiayai guru honorer.
 
Faktanya, gaji guru honorer mengutip bagian dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar 15 persen. Di sinilah alasan mengapa upah guru honorer begitu kecil.
 
Kondisi seperti ini, kata Indra, tidak bisa terus menerus dibiarkan. Pemerintah dituntut memperbaiki tata kelola dan distribusi guru di Indonesia. Sebab, di kota besar seperti DKI Jakarta ada guru yang mendapatkan gaji hingga Rp31 juta per bulan, artinya timpang dengan apa yang terjadi di daerah.
 
Indra melihat antara pemerintah pusat dan daerah tidak memiliki benang merah untuk menyusun program pendidikan. Kemendikbud, Kementerian Agama, bahkan masing-masing daerah punya program pendidikan sendiri yang berdampak buruk pada tata kelola.
 
"Padahal harusnya masing-masing daerah peduli dengan kondisi seperti ini karena yang dididik adalah anak daerah itu. Tidak ada sinergitas yang akibatnya anggaran pendidikan Rp400 triliun setiap tahun menguap begitu saja," pungkasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan