Pihak Taman Siswa mengaku terkejut, UU Ciptaker yang disahkan masih memuat kluster pendidikan. Hal itu tampak pada paragraf 12 pasal 65 yang mengatur mengenai perizinan sektor pendidikan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja.
Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang
diperdagangkan untuk mencari keuntungan. "Mengingat, sesuai dengan pasal 1 huruf d UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, mendefinisikan “usaha” sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba," tulis Ketua Umum PP PKBTS Ki Cahyono dalam surat yang diterima Medcom.id, Selasa 6 Oktober 2020.
Baca juga: Klaster Pendidikan Masuk UU Ciptaker, Taman Siswa Bakal Gugat ke MK
Atas dasar pertimbangan tersebut, dia menyampaikan masukan dan sekaligus menyampaikan sikap bahwa pendidikan tidak boleh ditempatkan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Karena hal itu sangat bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945.
"Bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 bahwa pendidikan itu hak setiap warga," sambungnya.
Surat Ini juga ditembuskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, serta Ketua DPR, Puan Maharani. Ki Cahyono bahkan menyebut bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas masuk dan disahkannya klaster pendidikan dalam UU Ciptaker.
"Maka kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena sebelumnya, insan Taman Siswa juga terlibat aktif dalam menolak UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang keduanya dibatalkan oleh Mahkamah Konsitusi (MK) maupun terkait pasal-pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News