Memetic violence adalah kekerasan yang dilakukan karena terinspirasi oleh konten daring, baik berupa ideologi, tokoh, maupun tindakan kekerasan yang dilihat secara online. Pelaku disebut meniru gaya dan simbol dari beberapa penyerang ekstremis seperti pelaku tragedi Columbine, Christchurch, hingga serangan masjid di Kanada dan kampus di Rusia.
"Yang bersangkutan hanya mempelajari kemudian mengikuti beberapa tindakan ekstremisme yang dilakukan bahkan posenya kemudian beberapa simbol yang ditemukan itu sekadar menginspirasi," ujar Mayndra dalam konferensi pers di Polda Metro pada Selasa, 11 November 2025.
Apa itu memetic violence? Berikut ulasannya berdasarkan Teori René Girard dan secara umum:
Memetic violence menurut Teori René Girard
Berdasarkan teori filsuf Prancis René Girard, peristiwa semacam ini dapat dipahami sebagai puncak dari "kekerasan mimetik" yang menular di tengah masyarakat.Dalam dokumen penelitian Philosophical and Anthropological Theory of Violence by René Girard, dijelaskan kekerasan muncul dari rivalitas mimetik. Teori Girard membantah agresi hanyalah insting biologis semata; sebaliknya, kekerasan adalah hasil dari mimetisme atau peniruan keinginan dan tindakan orang lain.
Pelaku peledakan di SMAN 72 mungkin tidak akan bertindak secara spontan tanpa pengaruh apa pun. Menurut Girard, manusia tidak menginginkan sesuatu secara spontan, melainkan meniru keinginan orang lain. Konflik muncul ketika peniruan ini berubah menjadi rivalitas, di mana pelaku meniru kebencian atau hasrat kekerasan yang mungkin ia serap dari lingkungan atau figur yang diimitasi.
Kasus di SMAN 72 juga menunjukkan bagaimana kekerasan modern diperparah oleh eksposur informasi. Dokumen tersebut menyebutkan tanda zaman kita adalah intensifikasi mimetisme melalui pengaruh citra media terhadap eskalasi kekerasan kolektif.
Media massa dan media sosial sering kali menciptakan simulacra yang memicu kecemasan, menyulut kemarahan, dan menggalang massa. Kekerasan mimetik ini dapat "menginfeksi" massa dengan ide-ide dan emosi destruktif melalui tayangan media, menjadikan individu atau kelompok rentan menjadi sekutu dari narasi kekerasan tersebut. Dalam konteks ini, pelaku peledakan bisa jadi merupakan individu yang "terinfeksi" oleh siklus kekerasan yang ia saksikan dan imitasi dari paparan media global maupun lokal.
Salah satu poin penting dalam teori Girard adalah mekanisme "kambing hitam" atau scapegoating. Ketegangan dan konflik dalam masyarakat biasanya diselesaikan dengan mengarahkan agresi kolektif kepada target umum atau korban pengganti.
Dalam insiden SMAN 72, sekolah atau para korban mungkin diposisikan sebagai "kambing hitam" oleh pelaku untuk meredakan krisis internal atau sosial yang dirasakannya. Menurut teori ini, kambing hitam dicari berdasarkan ciri-ciri korban yang dianggap bertanggung jawab atas kekacauan atau gangguan. Kekerasan terhadap korban ini sering kali dianggap sebagai cara untuk memulihkan "keteraturan" atau menyelesaikan krisis mimetik yang dialami pelaku.
Pelaku sering kali menciptakan narasi mitologis atau tuduhan palsu (fitnah) terhadap korban untuk membenarkan tindakan mereka, menganggap korban sebagai musuh yang harus dimusnahkan demi kebaikan kelompok atau ideologinya.
Serangan terhadap institusi pendidikan seperti SMAN 72 juga mencerminkan bahaya dari pola pikir totaliter. Girard memperingatkan totalitarianisme modern dan ideologi sekuler sering kali menggunakan mekanisme kekerasan mimetik yang sama dengan mitos-mitos kuno untuk melegitimasi tindakan mereka.
Ideologi-ideologi ini membenarkan dan menyucikan konflik, bahkan yang bersifat destruktif sekalipun, dengan menciptakan musuh bersama (kambing hitam) untuk menyatukan kelompoknya. Pelaku peledakan mungkin terjebak dalam logika "kita vs mereka", di mana kekerasan dianggap sebagai satu-satunya solusi ritual untuk mencapai tujuan mereka.
Memetic violence secara umun
Dilansir dari laman metrotvnews.com, memetic violence adalah istilah yang merujuk pada tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang karena meniru atau terinspirasi oleh konten ekstremis yang tersebar secara daring, terutama dalam bentuk meme atau simbol visual lainnya.Aksi terorisme konvensional kerap dilakukan oleh jaringan terorganisir. Nah, memetic violence cenderung dilakukan secara individual oleh pelaku yang terdampak secara psikologis dan ideologis oleh konten yang mereka konsumsi di internet.
Laporan gabungan dari National Counterterrorism Center (NCTC), Department of Homeland Security (DHS), dan Federal Bureau of Investigation (FBI) menunjukkan pelaku kekerasan ekstremis kini semakin sering menggunakan meme untuk menyebarkan narasi radikal yang mudah dikonsumsi, dibagikan, dan diterima oleh audiens luas.
Meme tersebut menggantikan retorika ideologis panjang dengan visual singkat namun sarat simbolisme. Meme jenis ini dapat mengaburkan atau meremehkan gravitasi pesan kekerasan yang dikandungnya.
Salah satu kekuatan dari memetic violence terletak pada ambiguitas dan sifat viral meme. Banyak meme sekilas tampak tidak berbahaya atau bahkan lucu, namun memuat ajakan, glorifikasi pelaku kekerasan, atau penguatan identitas kelompok tertentu yang memusuhi “out-group” tertentu.
Hal ini membuat deteksi dini terhadap radikalisasi menjadi jauh lebih sulit. Meme juga digunakan sebagai alat untuk merekrut simpatisan, membentuk solidaritas kelompok, dan membangun “pemisahan moral” melalui dehumanisasi.
Pelaku kekerasan memetik tidak selalu menunjukkan tanda-tanda keterlibatan langsung dengan kelompok ekstremis, namun bisa menunjukkan perubahan perilaku. Seperti mengidolakan pelaku serangan sebelumnya, menggunakan simbol atau gaya visual ekstremis, serta menunjukkan sikap menyendiri, fanatik, dan sinis terhadap kelompok lain.
Sehingga, memetic violence bukan hanya masalah budaya digital, tetapi juga tantangan nyata bagi keamanan publik dan penegakan hukum. Sebab, pelaku bisa muncul dari siapa saja yang terdampak oleh narasi kekerasan yang tersebar bebas dan masif di ruang maya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id