Inspektur Jenderal Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang membeberkan, modus pertama ialah kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang kepada pengelola dana BOS di dinas pendidikan. Modus ini digunakan dengan dalih mempercepat proses pencairan dana BOS.
"Ini sebenarnya sudah kami cegah di Kemendikbud untuk langsung menyalurkan kepada rekening sekolah sehingga tidak ada lagi oknum yang meminta, namun kenyataannya ternyata tidak bisa 100 persen terjadi, regulasi tidak bisa mencegah orang untuk melakukan perbuatan koruptif, jadi memang itu harus ditanam di mindset seluruh aparat PNS kita," kata Chatarina dalam Webinar BOS Afirmasi dan BOS Kinerja, Kamis, 10 September 2020.
Modus kedua, kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat Disdik. Biasanya, modus ini dilakukan dengan dalih uang administrasi. "Ketiga, dana BOS diselewengkan dalam bentuk pengadaan barang dan jasa," ucapnya.
Kemudian pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan petunjuk teknis seperti yang pernah diungkap Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelima, sekolah tidak melibatkan komite sekolah dan dewan pendidikan dengan tujuan mempermudah penyelewengan dana BOS.
Baca: Penyaluran BOS Afirmasi dan Kinerja Disebut Sudah 99,9%
"Tidak boleh ada sekolah yang tidak memiliki komite sekolah yang menerima dana BOS, karena syaratnya penggunaan dana BOS harus bersama komite sekolah," jelasnya.
Modus selanjutnya adalah dana BOS hanya dikelola oleh kepala dan bendahara sekolah. Lalu, dana BOS sengaja dikelola secara tidak transparan, hal ini tampak pada sekolah yang tidak memasang papan informasi tentang penggunaan dana BOS.
"Kedelapan, pihak sekolah atau kepala sekolah selalu berdalih dana BOS kurang, padahal sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi," lanjutnya.
Kemudian, sekolah kerap kali melakukan mark up atau penggelembungan dana pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Hal ini dilakukan agar dana BOS ditingkatkan.
Kepala sekolah juga kerap membuat laporan palsu. Seperti honor para guru yang seharusnya dibayar dengan dana BOS, namun malah diambil kepala sekolah dengan tanda tangan palsu si guru.
"Lalu, pembelian alat prasarana sekolah dengan kuitansi palsu atau pengadaan alat fiktif," imbuh Chatarina.
Baca: Ribuan Sekolah Belum Laporkan Penggunaan Dana BOS Tahap Pertama
Modus terakhir, kepala sekolah kerap menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi. Bahkan, tak jarang dana BOS masuk ke rekening pribadi.
Oleh sebab itu, Chatarina meminta seluruh pihak mulai dari dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, hingga orang tua murid agar terus mengawasi pengunaan dana BOS. Agar tidak ada warga satuan pendidikan yang tergoda dan terjerat hukum karena penyelewengan dana BOS.
"Apalagi saat ini kita kekurangan guru dan kepala sekolah, apalagi jika anggaran 2020 pada masa covid-19 ini digunakan untuk kepentingan pribadi dan menjadi kasus korupsi maka sesuai undang-undang hukumannya adalah ancaman mati," ujar Chatarina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News