"Kedelapan, pihak sekolah atau kepala sekolah selalu berdalih dana BOS kurang, padahal sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi," lanjutnya.
Kemudian, sekolah kerap kali melakukan mark up atau penggelembungan dana pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Hal ini dilakukan agar dana BOS ditingkatkan.
Kepala sekolah juga kerap membuat laporan palsu. Seperti honor para guru yang seharusnya dibayar dengan dana BOS, namun malah diambil kepala sekolah dengan tanda tangan palsu si guru.
"Lalu, pembelian alat prasarana sekolah dengan kuitansi palsu atau pengadaan alat fiktif," imbuh Chatarina.
Baca: Ribuan Sekolah Belum Laporkan Penggunaan Dana BOS Tahap Pertama
Modus terakhir, kepala sekolah kerap menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi. Bahkan, tak jarang dana BOS masuk ke rekening pribadi.
Oleh sebab itu, Chatarina meminta seluruh pihak mulai dari dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, hingga orang tua murid agar terus mengawasi pengunaan dana BOS. Agar tidak ada warga satuan pendidikan yang tergoda dan terjerat hukum karena penyelewengan dana BOS.
"Apalagi saat ini kita kekurangan guru dan kepala sekolah, apalagi jika anggaran 2020 pada masa covid-19 ini digunakan untuk kepentingan pribadi dan menjadi kasus korupsi maka sesuai undang-undang hukumannya adalah ancaman mati," ujar Chatarina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News