Komisioner bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, menurut penelitian Wahid Institute, sebagian guru, termasuk kepala sekolah, cenderung memprioritaskan kegiatan atau nilai-nilai agama mayoritas. Sebagian guru juga dinilai tidak dapat membedakan antara keyakinan pribadi dengan nilai dasar toleransi yang seharusnya diajarkan kepada murid.
"Hal ini salah satunya terjadi di Bali pada tahun 2014," ungkap Retno melalui keterangan tertulis, Selasa, 26 Januari 2021.
Pada 2014, kata Retno, terjadi kasus pelarangan penggunaan jilbab di beberapa sekolah, seperti SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar. Selain itu, Juni 2019, ada surat edaran di SDN 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam muslim.
Baca: Intoleransi di Lingkungan Sekolah Jadi Permasalahan Menahun
Retno mengatakan, intoleransi juga sempat terjadi di SMAN 8 Yogyakarta karena kepala sekolahnya mewajibkan siswanya untuk mengikuti kemah di Hari Paskah. Guru agama Katolik dan Kristen sempat melakukan protes, namun tidak ditanggapi kepala sekolah.
"Yang pada akhirnya mengubah tanggal perkemahan setelah ada desakan dari pihak luar," tutur Retno.
Selanjutnya, Pada awal 2020, seorang siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi lainnya karena tidak berjilbab. Kasus tersebut kemudian viral di media sosial dan menjadi sorotan publik.
Pada kasus ini, siswi yang jadi korban perundungan memilih pindah sekolah ke kota lain. Sebab, merasa tidak aman dan nyaman dengan cara temannya yang terlalu jauh memasuki ranah privasi.
Menurut Retno, sederet data ini amat memprihatinkan. Terlebih, terjadi di sekolah negeri, yang semestinya menjadi tempat paling aman dan nyaman untuk tumbuh kembang anak. Potensi intelektual dan spiritual (keagamaan) diasah sedemikian rupa hingga kelak menjadi bekal bagi dirinya untuk hidup di masa depan.
"Nyatanya, sekolah terkadang menjadi tempat yang tidak ramah bagi siswa yang berbeda," ungkapnya.
Baca: Kasus Intoleransi, P2G: Orang Tua Harus Berani Speak Up
Sementara itu, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat, pernah pula ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere pada 2017 dan SD Inpres 22 Wosi Manokwari pada 2019.
Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul juga mengamini data KPAI soal praktik intoleransi di sekolah-sekolah daerah Bali pada 2014. Dia pun menduga kasus pemaksaan jilbab, baik yang mewajibkan maupun larangan berjilbab masih tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
"Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru," ucap Iman dalam keterangannya, Senin, 25 Januari 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id