Panik dan rasa cemas berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis).
“Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu,” kata dokter dari divisi psikosomatik dan paliatif FKUI-RSCM Hamzah Shatri dalam simposium awam bertajuk Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine dilansir dari keterangan tertulis, Selasa, 8 Februari 2022.
Hamzah menjelaskan gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik. Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronik. Gangguan psikis akan merasakan keluhan, seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar.
Gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik, seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke. Bahkan, jika stres terjadi terus menerus dapat berujung pada kematian.
Hamzah menyebut pandemi covid-19 varian Omicron berhubungan dengan peningkatan terjadinya gangguan psikosomatik. Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun tidak.
"Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi," papar dia.
Pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh. Gangguan ini perlu segera ditangani.
Terdapat beberapa opsi terapi nonfarmakologi pada gangguan psikosomatik. Antara lain psikoterapi suportif, seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olahraga.
Hamzah menyebut diperlukan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan untuk hasil maksimal. Dia menyebut simposium ini merupakan salah satu bentuk dukungan FKUI-RSCM kepada masyarakat dalam bentuk edukasi.
Salah satu upaya menangani rasa cemas ialah mengenal sumber kecemasan. Dia menuturkan pada gelombang ketiga covid-19, salah satu faktor pendorong kecemasan ialah penyebaran varian Omicron yang sangat cepat melebihi varian Delta.
Staf divisi penyakit tropik dan infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Robert Sinto, mengimbau masyarakat melakukan vaksinasi. Vaksin memang tidak sepenuhnya mencegah terinfeksi, tetapi vaksin dapat mencegah terjadinya penyakit berat.
Dia juga mengimbau masyarakat melakukan klasifikasi diri dan gejala. Klasifikasi berdasarkan gejala covid-19.
Robert menuturkan tidak semua gejala harus dirawat di rumah sakit. Masyarakat yang teridentifikasi positif covid-19 tanpa gejala sebaiknya isolasi mandiri di rumah selama 10 hari.
Orang dengan gejala sedang dapat isolasi di rumah sakit, sedangkan orang dengan gejala ringan dapat isolasi mandiri di rumah selama 10 hari ditambah 3 hari tanpa gejala. Isolasi di rumah mengingat kapasitas rumah sakit terbatas.
Masyarakat juga dapat berkonsultasi dengan dokter melalui telemedicine, seperti website Kemenkes atau fasilitas lainnya. Robert menyebut konsultasi ini dapat menentukan klasifikasi diri. Masyarakat juga harus tetap tenang dan tidak panik.
Dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Rudi Putranto memberi masukan untuk mengatur cemas-panik tanpa obat-obatan.
“Banyak hal yang dapat dilakukan secara mandiri. Pertama, membatasi membaca berita melalui handphone. Misalnya pagi dan sore membuka handphone, tidak terus menerus serta tidak terlibat pada kekhawatiran berlebihan,” ujar Rudi.
Kedua, fokus pada peluang saat ini dan menjadi produktif. Dia menyebut hal ini bisa membuat terdistraksi dari pikiran negatif.
Ketiga, tidak bereaksi berlebihan terhadap gejala fisik. Selanjutnya, berbaik hati kepada diri sendiri dan orang lain. Jika tips ini tidak berhasil, maka cari bantuan profesional.
Baca: Psikosomatis Memicu Beberapa Penyakit Berbahaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News