“Kalau kita lihat agak kurang ya suara dari mahasiswa untuk bicara secara objektif tentang faktor-faktor kebangsaan,” kata Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), Edy Suandi Hamid saat dihubungi Medcom.id, Kamis 23 Mei 2019.
Edy mengaku tak sepakat dengan cara-cara berdemonstrasi dengan menggunakan kekerasan hingga menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana umum. Meski begitu, tak turun ke jalan bukan berarti mahasiswa diam dalam menyuarakan aspirasinya.
Baca: Menristekdikti Imbau Masyarakat Kampus Hormati Hasil Pemilu
Peran kaum intelektual seperti mahasiswa sangat dibutuhkan. Mereka bisa memahami persoalan secara jernih dan logis. Menurut Edy, aksi 21 dan 22 Mei kemarin berpotensi menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat.
“Jadi kita tidak mendengar dan kita bukan inginkan mereka ikut merusak dan sebagainya. Tapi mungkin ikut menyuarakan sesuatu yang menjadi persoalan di masyarakat. Ini ada masalah besar dan konflik yang bisa menimbulkan konflik horizontal gitu ya tapi mahasiswa hanya diam tidak mencoba menjernikan suasana,” jelas mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) ini.
Baca: Cipayung Plus: Mahasiswa Tidak Akan Demo 22 Mei
Mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) ini menilai ada perubahan karakter mahasiswa yang jauh berbeda dengan mahasiswa di zaman orde baru. Pada zaman itu mereka menyampaikan aspirasi dengan turun ke jalan, sedangkan mahasiswa sekarang lebih fokus pada urusan-urusan akademik.
“Mahasiswa sekarang bisa demo dengan dialog, tidak harus turun ke jalan. Saya kira mereka lebih banyak berkutat dengan buku-bukunya atau belajarnya sehingga seolah-olah menjauh dari persoalan yang terjadi di sekitar termasuk persoalan terkait kebangsaan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id