Di sini lah awal cerita Devi Nurlaily Riziqia Putri, seorang penerima Swedish Institute Scholarship for Global Professionals (SISGP) 2024, yang kini sedang menjalani studi untuk tujuan yang lebih besar dari sekadar mendapatkan ijazah.
“Pendidikan di Swedia ngajarin aku satu hal penting, bahwa belajar itu bukan berkompetisi, tapi perjalanan untuk mengenali potensi diri dan memberi makna buat orang lain,” ungkap Devi dalam sesi webinar bertema “Pendidikan di Swedia: Membangun Daya Saing Global Melalui Inovasi dan Inklusivitas.
Di Swedia, belajar bukan sekadar memahami teori, tetapi membangun critical thinking. Mahasiswa didorong untuk mempertanyakan segala hal, bahkan teori yang sudah mapan. Mahasiswa ditantang untuk berpikir, berdiskusi, dan berani berbeda.
Kelas di sana sering kali berlangsung seperti ruang dialog bukan sekadar mendengar dosen, tapi saling bertukar pandangan dengan teman-teman dari berbagai negara. Pendekatan ini membuat lulusan Swedia dikenal adaptif dan solutif di dunia kerja global.
“Profesor di Swedia itu lebih seperti mentor,” cerita Devi.
“Mereka ngajak kita diskusi, bukan memberi jawaban. Dan justru dari situ muncul banyak ide baru.” Gaya belajar ini membuat mahasiswa merasa dihargai, bukan dihakimi. Tak heran kalau banyak mahasiswa internasional mengatakan bahwa kuliah di Swedia membuat mereka tumbuh jadi pemikir yang lebih mandiri, terbuka, dan berani berinovasi.
Swedia punya filosofi hidup yang disebut lagom, artinya ‘tidak berlebihan, tidak kekurangan, melainkan pas saja’. Konsep ini ternyata juga menjadi dasar dalam dunia pendidikannya. Mahasiswa didorong untuk hidup seimbang antara kegiatan akademik, kehidupan sosial, dan kesehatan mental.
"Sistemnya fleksibel, tugas bisa disesuaikan dengan minat, dan tidak ada tekanan berlebihan untuk jadi ‘yang terbaik’. “Kamu nggak akan merasa sendirian di sini,” lanjut Devi.
“Teman-teman dari seluruh dunia saling mendukung, dan kampus benar-benar peduli dengan kesejahteraan mahasiswa," ujarnya.
Bahkan, ada budaya fika, ritual ngopi santai sambil ngobrol yang jadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Kesempatan fika inilah yang sering melahirkan ide-ide hebat, proyek kolaboratif, dan bahkan inspirasi karier baru.
Swedia bukan cuma terkenal karena IKEA, ABBA, atau Spotify, tapi juga karena sistem pendidikannya yang fokus ke sustainability dan inovasi. Negara ini melahirkan banyak startup global dan terus berinvestasi di bidang teknologi hijau, kesehatan, dan transformasi digital.
Universitas seperti Lund University, Uppsala University, dan KTH Royal Institute of Technology secara konsisten masuk dalam jajaran kampus terbaik dunia. Yang lebih menarik lagi, banyak kampus bekerja sama langsung dengan industri, membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk magang atau riset di perusahaan besar sejak dini.
“Buatku, ini bukan cuma soal kuliah di luar negeri, tapi belajar dari sistem yang benar-benar mempersiapkan kita untuk jadi warga dunia!," ujar Devi.
Dan memang, itulah hal yang membedakan Swedia dari banyak negara lain: pendidikan di sini berorientasi pada impact, bukan sekadar prestasi pribadi. Selain itu, inklusivitas jadi nilai utama. Kamu akan menemukan ruang kuliah di mana semua pendapat dihargai, baik kamu dari Asia, Afrika, atau Eropa. Lingkungan ini bukan cuma memperluas wawasan, tapi juga mengajarkan empati dan kolaborasi lintas budaya.
“Aku merasa kuliah di Swedia membuka mataku tentang dunia. Di sini, kamu belajar bukan cuma dari dosen, tapi dari perspektif teman-teman dari berbagai negara,” kata Devi.
Dari semua pengalaman itu, Devi menyimpulkan bahwa pendidikan di Swedia lebih dari sekadar pencapaian akademik. Ini tentang menemukan nilai diri, memahami dunia, dan berkontribusi untuk masa depan yang lebih baik.
“Di Swedia, aku belajar bahwa kesuksesan bukan tentang seberapa tinggi kamu naik, tapi seberapa luas dampak yang kamu bawa,” ujar Devi.
Itulah esensi dari pendidikan yang sesungguhnya, bukan sekadar menjadi pintar, tapi menjadi manusia yang punya tujuan. Kalau Sobat Medcom punya mimpi kuliah di luar negeri dan ingin belajar di sistem yang menghargai pikiran kritis, keberagaman, dan inovasi, Swedia bisa jadi pilihan yang tepat.
Dan kabar baiknya, langkah pertama menuju mimpi itu dapat dimulai dari European Higher Education Fair (EHEF) Indonesia 2025 yang akan dilaksanakan pada Kamis, 6 November 2025 di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Sabtu-Minggu, 8–9 November 2025 di Catur Dharma Hall Menara Astra, Jakarta. Di sana pengunjung berkesempatan untuk berdiskusi langsung dengan perwakilan universitas-universitas top Eropa, mendapatkan informasi seputar scholarship, study life, dan tips hidup sebagai mahasiswa internasional dari sumber pertamanya. Ini bukan sekedar pameran pendidikan, melainkan gerbang menuju masa depan global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id