Jadi, mengapa perkebunan sawit dapat merusak lingkungan? Sebelum membahas lebih lanjut, yuk pahami dulu apa saja manfaat dari kelapa sawit.
Apa manfaat kelapa sawit?
Berdasarkan informasi dari laman National Geographic Indonesia, perluasan kebun kelapa sawit secara pesat telah menimbulkan kerusakan signifikan pada hutan hujan tropis di Indonesia dan Malaysia. Dua negara ini menghasilkan lebih dari 85 persen minyak sawit dunia, yang digunakan dalam hampir 50 persen produk penting dalam kehidupan sehari-hari.Minyak kelapa sawit dapat ditemukan dalam segala hal, mulai dari cokelat, roti, dan mi instan, sampo hingga produk kosmetik. Lalu, jika begitu banyak manfaatnya, mengapa perkebunan sawit justru bisa merusak lingkungan? Simak penjelasannya berikut ini.
Alasan Perkebunan Sawit Merusak Lingkungan
Mengutip laman Forest Watch Indonesia, pengembangan sawit secara masif dalam beberapa dekade terakhir membawa persoalan serius bagi lingkungan. Di kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia, perluasan perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan membuka hutan hujan tropis yang memiliki fungsi penting sebagai paru-paru dunia.Pada periode dua dekade terakhir abad ke-20 saja, sekitar 300 juta hektare hutan tropis dunia berubah fungsi menjadi penggunaan nonhutan. Selain itu, antara 2015 hingga 2020, laju deforestasi global diperkirakan mencapai 10 juta hektare per tahun, dan berbagai studi memaparkan bahwa sebagian besar kebun kelapa sawit dunia berdiri di atas lahan hasil konversi tersebut. Berikut beberapa alasan mengapa perkebunan sawit dianggap merusak lingkungan:
1. Pendorong Utama Deforestasi di Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara mengalami kehilangan tutupan hutan yang sangat signifikan, dengan Pulau Kalimantan sebagai salah satu area yang paling parah dampaknya. Di Malaysia, sekitar 60 persen hutan hujan yang hilang antara 1973 hingga 2015 dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, sedangkan di Kalimantan, sekitar 15 persen hilangnya hutan berkaitan erat dengan ekspansi komoditas ini.Profesor University of York, Jane Hill, menjelaskan industri sawit berkembang di lahan hutan yang sebelumnya telah rusak akibat penebangan tak berkelanjutan, sehingga menghasilkan lanskap yang terpecah-pecah berupa potongan-potongan hutan kecil yang terpisah di tengah hamparan perkebunan dan kawasan perkotaan.
Baca Juga :
Gelondongan Kayu di Banjir Sumatra, Pakar IPB Sebut Bukan Tumbang Tapi Akibat Pembalakan Liar
2. Pelepasan Karbon dari Lahan Gambut
Ekspansi perkebunan sawit tidak hanya berdampak pada hutan kering, melainkan menyasar lahan gambut yang merupakan gudang penyimpanan karbon alami dalam skala besar. Saat lahan gambut dikeringkan untuk membuka kebun, karbon yang tersimpan dalam jumlah besar terlepas ke udara dalam bentuk karbon dioksida, yang ikut mempercepat pemanasan global. Sejumlah penelitian memperkirakan bahwa pengeringan lahan gambut di Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 1 persen dari total emisi gas rumah kaca dunia, angka yang terbilang besar mengingat luasnya yang terbatas.3. Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati
Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan penurunan drastis keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Riset menunjukkan kekayaan spesies serangga berkurang hingga sekitar 40 persen, sedangkan kurang dari seperempat spesies vertebrata hutan hujan bisa bertahan hidup di lingkungan perkebunan. Satwa langka seperti orangutan Kalimantan, badak Sumatera, dan gajah Kalimantan menjadi korban utama karena kehilangan tempat tinggal, bahkan sebagian diburu atau dibunuh ketika dianggap mengganggu kegiatan perkebunan.5. Minyak Sawit dalam Kehidupan Sehari-hari
Minyak kelapa sawit hadir di setiap aspek kehidupan modern. Mulai dari cokelat, roti, mi instan, hingga produk kosmetik sangat bergantung pada turunan minyak sawit sebagai bahan baku. Konsumsi rata-rata dunia mencapai sekitar 8 kilogram per orang setiap tahun, dan hampir 50 persen produk kebutuhan pokok mengandung komoditas ini. Harganya yang relatif murah dan ketersediaannya yang melimpah menjadikan minyak sawit sebagai favorit industri pangan dan kosmetik global, meskipun produksi besar-besaran sering dilakukan dengan cara menebang atau membakar hutan hujan.6. Tidak Ramah Lingkungan
Perkebunan sawit telah menggantikan sebagian besar hutan hujan di Asia Tenggara, dan kini pola serupa mulai terlihat di Afrika Barat serta Afrika Tengah, mengambil alih habitat alami tumbuhan dan hewan lokal sehingga ekosistem menjadi tidak seimbang. Di Sumatera, kelapa sawit telah menutup sekitar 11 persen wilayah pulau tersebut, mendorong banyak spesies hutan tropis ke ambang kepunahan, termasuk gajah, harimau, bekantan, serta badak Sumatera.Indonesia dan Malaysia merupakan satu-satunya rumah bagi sekitar 80.000 orangutan yang saat ini terus terdesak akibat berkurangnya habitat, sementara data Forest Watch Indonesia menunjukkan hampir 50 persen kehilangan hutan alam terjadi di luar area resmi penebangan atau produksi komersial.
7. Lahan Gambut Semakin Terancam
Lahan gambut bekerja seperti spons penyerap karbon, menyimpan CO2 dalam kondisi tergenang dan rendah oksigen. Saat lahan gambut dikeringkan dan dibakar untuk perkebunan sawit, seluruh cadangan karbon tersebut dilepaskan kembali ke atmosfer, menyebabkan penyusutan drastis kawasan gambut di Indonesia dan Malaysia.Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan yaitu melalui kampanye melalui media sosial untuk memberikan pengetahuan sekaligus menyadarkan para pemangku kebijakan sekaligus pemilik industri kelapa sawit.
Nah, itulah ulasan terkait alasan perkebunan sawit dapat merusak lingkungan. Semoga bermanfaat ya! (Bramcov Stivens Situmeang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News