Dengan kata lain, pemilu di era Orde Baru tidak memilih presiden dan wakil, melainkan hanya memilih anggota lembaga legislatif. Alih-alih dipilih rakyat, Presiden Soekarno ditunjuk langsung oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pemilu di Era Orde Baru
Sama halnya dengan Orde Lama, pemilu di era Orde Baru tidak memilih presiden. Kepala negara, yang saat itu adalah Soeharto, dipilih langsung oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).Pemilihan untuk anggota lembaga legislatif baru kembali dilakukan pada 1971. Kontestasi politik itu hanya diikuti tiga partai, yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP), serta Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Hal ini mengindikasikan era Orde Baru meredam persaingan, bahkan mengubur pluralisme politik.
Pemilu di era Orde Lama dan Orde Baru memiliki persamaan, yaitu sama-sama menganut sistem proporsional tertutup. Sistem tersebut memberikan kesempatan kepada pemilih menentukan pilihan melalui partai politik saja.
Pada sistem proposional tertutup, partai politik menentukan sendiri calon legislatif. Dengan demikian, hal tersebut dapat memudahkan partai melakukan pemenuhan kuota untuk wakil perempuan atau kelompok etnis minoritas tertentu.
Di sisi lain, sistem ini membuat pemilih seolah tidak memiliki kontribusi besar dalam memilih wakil rakyat secara langsung.