Tak seperti anggapan orang tentang anak Papua yang tertinggal dan bodoh. Yohanes Surya dengan tangan dinginnya, justru berhasil membuktikan bahwa mereka tidak hanya cerdas, namun juga memiliki logika berpikir yang baik.
"Kami tertantang untuk mengorbitkan anak-anak Indonesia Timur ini. Waktu itu orang beranggapan bahwa anak Papua sangat tertinggal. Kami mengunjungi beberapa SMA di Jayapura dan mengadakan tes seleksi. Tidak seperti anggapan orang, ternyata anak Papua cerdas-cerdas, logika berpikirnya bagus. Beberapa anak terpilih ini dilatih," kata Surya kepada Medcom.id, Selasa, 27 Agustus 2019.
Di luar anggapan banyak orang, anak-anak Papua memiliki kegigihan dan semangat luar biasa. Usahanya mendidik anak-anak Papua selama tiga tahun kala itu pun membuahkan hasil.
Beberapa dari mereka mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. Lalu pada 2004, Septinus George Saa salah satu anak didiknya meraih medali emas dalam The First Step to Nobel Prize in Physics.
Prestasi lainnya disusul Anike Boawire dari Serui, mengikuti jejak George yang juga meraih medali emas dalam lomba yang sama di tahun berikutnya.
Tak hanya berjaya di sejumlah olimpiade sains, sejumlah anak Papua hasil gemblengan Yohanes Surya juga malang melintang kuliah di luar negeri. Salah satunya Yane Ansanay, ia mendapat gelar Ph.D dalam bidang Fisika dari North Carolina State University 2015. Yane menjadi fisikawan wanita pertama dari Papua.
George, Anike dan Yane menguatkan prinsip Yohanes, bahwa tidak ada anak yang terlahir bodoh. Semua anak Indonesia dari barat hingga timur memiliki bakat yang sama baiknya, selama diberi kesempatan yang sama untuk berkembang.
Menurut profesor yang menamatkan master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat ini, selain bakat, anak-anak hebat juga harus dilengkapi dengan sentuhan guru yang berkualitas.
Faktanya, selama ini anak-anak Papua terpaksa tertinggal, hal ini terjadi karena ada masalah pendidikan di Papua yang belum terselesaikan. Yakni krisis guru-guru berkualitas.
"Guru ini bisa berasal dari luar atau dari dalam Papua. Dengan kondisi Papua saat ini, guru dari dalam lebih baik. Kita perlu mendorong anak-anak di wilayah Papua untuk menjadi guru," jelas pendiri Surya Institute ini.
Memancing anak-anak suka berhitung, diakui Yohanes tidak mudah. Namun ia memiliki kiat dan cara tersendiri untuk menarik minat anak mau belajar sains. Yaitu dengan metode Gasing (Gampang, asyik dan menyenangkan).
"Dengan cara Gasing, tiap anak akan belajar dengan cara mudah, sehingga tidak ada alasan mereka tidak mampu atau tidak mengerti. Kalau pelajarannya jadi mudah, maka anak akan asyik belajar. Mereka dengan senang hati akan mengerjakan ratusan soal atau tugas-tugas yang diberikan," jelas kelahiran 6 November 1963 ini.
Yohanes memang menitikberatkan pada pembelajaran berhitung saat menggembleng anak didiknya. Sebab menurutnya, berhitung merupakan modal dasar bagi seseorang untuk menguasai bidang sains lainnya seperti matematika.
Keberhasilan Yohanes melatih anak-anak Papua sehingga menjadi juara berbagai lomba sains dan matematika, dimulai dengan keberhasilan melatih mereka menguasai berhitung.
Yohanes menekankan membangun peradaban manusia di Papua paling mudah melalui pendidikan. Baginya, setiap anak Papua wajib melek berhitung. Dibutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan untuk setiap anak Papua mampu berhitung dengan cepat.
Di samping Papua pandai berhitung, pemerintah Papua juga diminta menyiapkan anak-anak asli Papua untuk menjadi guru-guru yang berkualitas. Guru-guru ini harus yang punya hati untuk kembali ke Papua dan membangun pendidikan di Papua.
"Kalau pemerintah daerah lalu dibantu pemerintah pusat mau menangani pendidikan di Papua secara serius, tidak ada yang tidak mungkin. Suatu saat pendidikan di Papua tidak kalah dengan pendidikan di provinsi lain di Indonesia," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id