Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti tak mempersoalkan bila siswa tak mendapat PR. Asal, ada tugas lain yang diberikan kepada siswa.
"Tetapi PR-nya nanti itu tidak mengerjakan soal PR-nya. Bisa nanti tugas membaca buku," kata Mu'ti di Gedung A Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Juni 2025.
Tugas lain yang bisa menjadi referensi adalah menulis. Hal ini bertujuan meningkatkan literasi siswa.
"Yang nanti menjadi bagian dari pendekatan meningkatkan literasi sehingga dengan membaca buku itu kita memang harus menyediakan lebih banyak lagi bacaan nanti murid ditugaskan untuk menuliskan kembali," kata dia.
Menurutnya, tugas tersebut sesuai dengan konsep pembelajaran mendalam atau deep learning. Mu'ti tak mempermasalahkan bila ada pihak-pihak yang berbeda pendapat.
Baca juga: Apa Itu Deep Learning? Begini PR-nya untuk Siswa |
"Jadi kalau ada yang mengatakan enggak boleh PR, ya enggak apa-apa beda pendapat," ujar dia.
Sebelumnya, KDM menyebut saat ini sudah seharusnya siswa tidak lagi diberi beban setelah pulang dari sekolah. Beban yang dimaksud adalah dalam bentuk PR.
KDM menilai seluruh urusan sekolah harus tetap berada di sekolah dan diselesaikan di sekolah. Sehingga, anak memiliki waktu lebih luang di luar sekolah.
Waktu luang itu dapat dimanfaatkan dengan berbagai macam kegiatan, misalnya pengembangan bakat dan minat anak. "Di rumah, anak itu rileks, baca buku, olahraga atau membantu orang tuanya," kata KDM, Rabu, 4 Juni 2025.
KDM tak memikirkan apakah kebijakan yang diambilnya itu akan menjadi polemik. Dia menyebut polemik dalam kebijakan adalah hal biasa.
"Bagi saya, pro dan kontra adlaah hal biasa," tutur KDM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News