Begitupun dengan suasana Lebaran yang tidak semeriah di Tanah Air. Seruan takbir pun tidak ditemui dengan mudah di perantauan. Begitu pula dengan makanan khas Indonesia yang biasa tersaji selepas salat Id.
Seperti cerita mahasiswa asal Bandar Lampung, Lampung, Septifa Leliano Ceria, yang kini tengah menempuh pendidikan di Australian National University di Canberra, Australia.
Alumnus Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengaku cukup kesulitan untuk mengunjungi masjid, karena harus ada proses pendaftaran pengunjung. Hal itu tidak lepas dari kebijakan protokol kesehatan yang masih berlaku di Canberra.
“Suasana bulan suci dan Lebaran tentu tidak semeriah di Indonesia. Namun Alhamdulillah masih ada kegiatan-kegiatan yang bisa mengobati rasa rindu dengan Tanah Air,” katanya, Minggu 16 Mei 2021.
Baca juga: Ilmuwan Diaspora di Jepang: Alhamdulillah Lebaran Sekaligus Riset di Indonesia
Ano, sapaan akrabnya, menceritakan, kegiatan yang bisa mengobati rasa rindunya dengan Indonesia antara lain bazar dan festival kuliner makanan halal. Di sana, orang-orang muslim bisa dengan mudah mencicipi makanan dari berbagai negara. Ada makanan khas Turki, India, bahkan juga Pakistan.
“Meski begitu makanan Indonesia masih menjadi nomor satu di hati saya, terutama soto. Rasanya seperti di rumah, apalagi kalau bertemu dengan teman-teman dari Indonesia di pengajian,” terangnya.
Selain itu, perempuan yang memiliki hobi hiking itu juga sempat menjadi volunteer guru mengaji bagi anak-anak di sana. Program-program semasa kuliah di Indonesia membuatnya terbiasa berinteraksi dengan orang-orang dari belahan dunia lain.
Lebaran di Polandia
Cerita lain datang dari Firdaus Faraj Ba-Gharib, yang tengah menjalani pertukaran pelajar di SGH Warsaw School of Economics di Warszawa, Polandia. Ia merupakan salah satu mahasiswa yang diberangkatkan UMM melalui beasiswa Erasmus.
Faraj, sapaan akrabnya, mengaku cukup kesulitan, menjalani Ramadan di Polandia. Pasalnya, ia harus menjalani puasa dengan durasi 17-18 jam. Belum lagi jarak berbuka, salat tarawih dan sahur yang sangat berdekatan.
"Saya adalah satu-satunya muslim yang ada di kampus ini. Jadi hampir tidak ada suasana Ramadan dan Lebaran yang saya temui," katanya.
Maka dari itu, Faraj, berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk ikut dalam berbagai kegiatan. Ia juga seringkali menjadi volunteer dalam membagikan makanan berbuka gratis kepada teman-teman yang ada di Polandia.
Baca juga: Tak Mudik, Ilmuwan Diaspora Lebaran dengan Saudara Serumpun di Abu Dhabi
"Saya dan beberapa teman di Warszawa juga akhirnya bisa melaksanakan salat Id di salah satu flat milik teman," ungkapnya.
Beruntung, Faraj memperoleh banyak pengalaman berorganisasi selama kuliah di Indonesia. Sehingga ia mengaku dimudahkan saat menjalani pertukaran mahasiswa di Polandia.
“Banyaknya program dan organisasi yang UMM sediakan memberikan saya begitu banyak dampak positif. Salah satunya dalam bersosialisasi. Jadi saya bisa dengan mudah beradaptasi dan bergaul dengan mahasiswa-mahasiswa asli sini maupun dari negara lain. Saya juga bangga bisa menjadi representasi dari UMM dan Islam di kampus ini,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id