Dia kembali ke Tanah Air sebelum adanya aturan pembatasan maupun larangan mudik. Tahun ini Asisten Profesor di Osaka University Jepang itu kembali ke kampung halamannya di Palu, Sulawesi Tengah.
"Ini Lebaran lagi di Indonesia, setelah mungkin terakhir lima tahunan yang lalu lebaran di Indonesia," kata Sastia kepada Medcom.id, Minggu, 16 Mei 2021.
Sastia mengaku sudah biasa berlebaran di negeri Sakura. Dia sudah berada di Jepang sejak 17 tahun lalu dan terbiasa berlebaran tanpa tanggal merah.
"Saya di Jepang sudah 17 tahun, jadi sudah terbiasa Lebaran di Jepang tidak ada tanggal merah. Waktu saya masih mahasiswa, mahasiswa muslim di sana bisa izin ke supervisor di pagi hari (setengah hari) untuk salat Id. Lalu balik ke lab dan aktivitas seperti biasa," sebut dia.
Doktor bidang Biotechnology–Discovery novel antibiotics entomopathogenic fungi itu menyebut sudah biasa jika tak mengenal tanggal merah termasuk lebaran. Sebab memang di Jepang tak mengenal hari khusus keagamaan.
"Tidak ada hari raya libur keagamaan tanggal merah di sana berkaitan dengan budaya saja misal hari anak, hari untuk manula, hari olahraga. Jadi bukan hanya tidak ada libur Lebaran, Natal juga tidak ada," terangnya.
Baca juga: Tak Mudik, Ilmuwan Diaspora Lebaran dengan Saudara Serumpun di Abu Dhabi
Dalam masa-masa di Jepang itu, Sastia memang mengaku sering merindukan Indonesia pada momentum Idulfitri. Namun rasa rindu itu dapat terobati dengan memasak masakan khas Indonesia.
"Seperti opor, sambal goreng daging, rendang. Biasa kita masak dengan bumbu jadi, tapi akhir-akhir ini sudah lebih banyak bumbu masak yang diekspor ke Jepang dari Indonesia. Ini beda sekali dibandingkan dulu awal saya di Jepang lebih dari 10 tahun lalu bumbu dari Indonesia hampir tidak ada, hanya ada bumbu instan saja, itupun terbatas," ungkapnya.
Biasanya salat Idulfitri di Jepang terpusat di Masjid Osaka dan Kobe. Ataupun untuk warga Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jepang di Osaka juga menyelenggarakan salat Idulfitri.
"Setelah salat Id biasanya ada acara silaturahmi, disediakan hidangan yang disiapkan oleh KJRI atau rekan-rekan volunteer yang di masjid. Komunitas Indonesia juga biasanya ada kumpul-kumpul kecil. Saya selalu ada open house tiap lebaran karena punya banyak mahasiswa asal Indonesia mereka biasa lebaranan di rumah, jadi saya siapkan masakan dan kue-kue lebaran supaya mereka juga tidak terlalu rindu rumah," terangnya.
Lebih lanjut dia merasa senang dapat kembali berlebaran di Indonesia. Gema takbir di Tanah Air memang selalu terasa berbeda bagi Sastia.
"Tahun ini saya bersyukur sekali bisa lebaran di Indonesia walau di tengah pandemi luar biasa perjuangan perjalanan kali ini extra repot. Tapi alhamdulillah karena saya pulang juga sekaligus untuk kegiatan riset dan pas bertepatan dengan waktu lebaran kali ini hampir barengan dengan libur panjang di Jepang (golden week) jadi memungkinkan saya bisa di Indonesia agak lama, untuk riset sekaligus merayakan lebaran bersama keluarga," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News