Ilustrasi. Foto: MI
Ilustrasi. Foto: MI

Sering Dicap Bodoh, Pemahaman Tentang Anak Disleksia Masih Minim

Citra Larasati • 17 April 2021 08:45
Jakarta:  Anak disleksia sering kali dianggap bodoh hanya karena tidak memiliki performa rendah dalam kemampuan akademis.  Padahal bakat anak dengan dileksia kerap sulit dikenali dan dikembangkan, salah satunya karena masih rendahnya pemahaman pendidik bahkan psikolog tentang disleksia itu sendiri.
 
Disleksia adalah gangguan kesulitan belajar spesifik, yaitu kesulitan dalam membaca menulis, dan mengeja yang disebabkan oleh gangguan perkembangan saraf otak. Sering kali anak disleksia dianggap bodoh, ini disebabkan kemampuan akademis yang dicapainya tidak mencerminkan kecerdasan intelektual yang dimiliki.
 
Faktor penyebab disleksia mencakup genetik dan lingkungan seperti adanya benturan keras pada kepala pada saat masa pertumbuhan anak.  Saat ini informasi dan seputar disleksia masih belum umum dimiliki oleh orang tua dan tenaga pendidik.

Pada umumnya penanganan disleksia hanya dilakukan oleh dokter anak. Padahal, dalam praktiknya yang paling sering menangani langsung anak adalah orang tua dan tenaga pendidik.
 
Untuk itu pemahaman mengenai disleksia pada anak ini penting untuk diketahui sebagai tahap awal diagnosis.  “Selama ini informasi mengenai disleksia khususnya bagi pendidik, dan juga psikolog masih minim sekali,” tutur Psikolog alumnus UGM, Jumat, 16 April 2021.
 
Menurut Trubus, orang tua yang memiliki anak disleksia sering kali mengatakan anaknya mempunyai kemampuan melukis yang di atas rata pada usianya. Hal tersebut terjadi dikarenakan anak disleksia cenderung menggunakan otak kanan untuk penyelesaian masalah dan pada umumnya mereka memiliki kemampuan imajinasi dan abstraksi yang baik.
 
Disleksia ini juga memiliki gangguan penyerta seperti perilaku hiperaktif, namun akan terus berkurang seiring munculnya karakteristik disleksia.  “Ini penting diketahui psikolog agar lebih hati hati dalam melakukan diagnosis,” urainya.
 
Baca juga:  Alumnus UGM Bagikan Kiat Sukses Menjadi Petani Cabai Milenial
 
Disleksia, kata Trubus, juga memerlukan diagnosis yang cukup panjang.  Salah satu contoh persyaratannya yaitu sudah melakukan pembelajaran selama enam bulan sebelumnya dan terdapat gejala gangguan yang terus menetap.
 
Penanganan disleksia dapat dilakukan dengan proses pembelajaran yang nyaman, remedial teaching, terapi.  Paling penting adalah menghindarkan anak disleksia dari stigma bodoh, karena anak disleksia cenderung lebih sensitif terhadap perundungan.
 
“Bagi anak disleksia penting untuk mengenali bakat untuk membuat mereka percaya diri sekaligus memotivasi untuk tetap mau belajar membaca dan menulis. Anak disleksia merupakan anak normal dan tidak mengalami gangguan perkembangan secara global,” tuturnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan