Ilustrasi. Foto: MI/Bary Fathahillah
Ilustrasi. Foto: MI/Bary Fathahillah

6 Kritik FSGI Terkait Kurikulum Prototipe 2022

Arga sumantri • 28 Januari 2022 15:41

5. Kurikulum Prototipe Sangat berbeda dengan K-13

Wakil Sekjen FSGI Fahriza Tanjung menambahkan karakteristik Kurikulum Prototipe dengan profil pelajar Pancasila memiliki kerangka dasar dan struktur yang berbeda dengan K-13. KI-KD dan KKM telah diganti Capaian Pembelajaran Tahunan atau Fase. Penggabungan IPA dan IPS di SD, hingga penghilangan istilah jurusan di SMA. 
 
Fleksibilitas guru dalam melakukan pembelajaran sesuai keragaman kompetensi siswa (teaching at the right level) adalah sesuatu yang fresh dan tidak ada dalam Kurikulum sebelum-sebelumnya. Konsekuensinya, kata dia, seharusnya tidak boleh berlaku dua kurikulum yang sangat berbeda dalam kurun waktu yang terlalu lama. 
 
"Jika berhasil akan menimbulkan gap yang terlalu jauh antar sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dengan yang menerapkan Kurikulum prototype, sehingga  berpotensi menimbulkan kegaduhan, ketidakpastian dan permasalahan baru sekaligus beban baru bagi kelanjutan pendidikan Nasional di negeri ini," jelas Fahriza. 

6. Minim Data dan Kurang Daya Dukung

Data monitoring dan evaluasi K-13 yang telah dilaksanakan sejak 2019 oleh Kemendikbudristek disebut belum diumumkan ke publik secara transparan dan akuntabel. Padahal, hasil kajian maupun monitoring dan evaluasi, sangat penting dan harus menjadi dasar ilmiah bagi pergantian ataupun perubahan kurikulum 2013.

Konsep Pendidikan dan implementasi kurikulum prototipe yang telah dirancang oleh Kemendikbudristek ini sebenarnya memberikan harapan besar. Sekaligus, tantangan yang sangat kompleks pada perubahan kebijakan Pendidikan menuju Paradigma Baru. 
 
"Namun jika diberlakukan secara optional, maka efektivitas dan keberlanjutannya tidak akan maksimal," ucap Fahriza.
 
FSGI khawatir kurikulum prototipe ini hanya jadi ajang uji coba. Ketika kurikulum prototipe ini tidak berjalan baik di sekolah-sekolah yang ditunjuk, atau tidak memenuhi tahapan maupun fase capaian pembelajaran, kemudian menjadi alasan mudah untuk membatalkannya kembali.
 
"Sejatinya kebijakan pendidikan harus  jelas, pasti, dan terencana secara sistematis. Bukan berubah-ubah tanpa kajian perencanaan jelas, tidak transparan, sehingga sulit di akses publik. Jangan jadikan guru dan peserta didik sebagai kelinci percobaan kebijakan yang tidak jelas," tegas Fahriza.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan