Ilustrasi: Shutterstock
Ilustrasi: Shutterstock

Jangan Abaikan Luka Psikologis, Ini Pengaruhnya pada Kesehatan Mental Saat Dewasa

Citra Larasati • 28 Mei 2025 07:00
Jakarta:  Luka psikologis yang tidak ditangani sejak dini berpotensi memengaruhi kesehatan mental dan proses belajar seseorang hingga usia dewasa.  Hal  ini dibagikan Koordinator Program Studi Bimbingan Konseling Universitas Negeri Jakarta saat Seminar Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) DKI Jakarta yang digelar pada Selasa, 27 Mei 2025 di SMA Negeri 3 Jakarta.
 
Karsih membagikan hasil dari kegiatan self-healing berbasis art therapy yang ia fasilitasi kepada 30 mahasiswa semester enam. Dari hasil kegiatan tersebut, seluruh peserta diketahui masih menyimpan luka emosional yang berasal dari pengalaman masa kecil, terutama saat mereka menjadi korban bullying di jenjang SD hingga SMP.
 
“Ternyata luka masa lalu itu belum selesai, bahkan terbawa hingga dewasa. Mereka masih mengingat kejadian-kejadian menyakitkan dengan sangat detail, baik secara emosional maupun visual,” ungkap Karsih saat menyampaikan paparannya.

Dalam proses terapi tersebut, para mahasiswa diminta mengekspresikan emosi mereka melalui warna dan bentuk. Hasilnya menunjukkan ledakan emosi yang kuat, menggambarkan trauma yang belum tuntas meskipun waktu telah berlalu lebih dari satu dekade.
 
Untuk itu, Karsih mengingatkan para guru bimbingan konseling (BK) di sekolah untuk tidak hanya fokus pada aspek kognitif dalam layanan, tetapi juga memahami sisi emosional siswa. Ia menekankan bahwa deep learning dalam konteks layanan BK tidak bisa lepas dari upaya menciptakan pengalaman belajar yang relevan, kontekstual, dan menyentuh sisi afektif siswa.
 
“Kalau kita ingin memberikan materi tentang bullying, tidak cukup dengan menyajikan definisi atau jenis-jenisnya. Anak-anak sudah tahu, bahkan mungkin pernah mengalaminya. Yang perlu kita lakukan adalah menciptakan pengalaman belajar yang menyentuh empati mereka,” jelasnya.
 
Salah satu cara yang disarankan adalah dengan memanfaatkan media digital seperti film, video pendek, hingga roleplay atau diskusi kelompok kecil. Menurutnya, metode ini lebih efektif dalam membangun kesadaran dan refleksi siswa, terutama dalam memahami dampak dari perilaku tidak menyenangkan seperti bullying.
 
Selain menyampaikan pentingnya pendekatan emosional, Karsih juga mendorong para guru untuk mampu menciptakan suasana belajar yang aman dan bebas tekanan. Ia menyoroti peran guru sebagai fasilitator yang mampu membangun engagement dengan siswa secara menyeluruh, mulai dari keterampilan public speaking hingga kesiapan visual di dalam kelas.
 
Ia mengingatkan, penampilan dan penyampaian guru juga memengaruhi cara siswa menerima materi.  Sebagai bagian dari upaya memperkuat kualitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, seminar ini membuka ruang diskusi bagi para guru BK untuk menyelami kembali peran mereka sebagai pendidik yang tidak hanya mendampingi secara akademis, tetapi juga secara emosional.
 
Baca juga:  Tak Harus Selalu Ikut Psikotes, Begini Cara Mudah Mengenali Passion Kariermu

Melalui pendekatan deep learning yang mengedepankan empati, refleksi, dan pemulihan psikologis, para guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih manusiawi dan berdampak jangka panjang bagi tumbuh kembang siswa.
 
Dengan adanya pengalaman langsung yang dibagikan oleh Karsih, para peserta diingatkan bahwa setiap anak membawa cerita dan luka masing-masing yang perlu dipahami. Pembelajaran bukan hanya soal menghafal materi, tetapi juga soal menyentuh kehidupan. Seminar ini menjadi pengingat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memanusiakan. (Antariska)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan