Konferensi Asia Afrika 18-24 April 1955. Foto: Kemdikbud.go.id
Konferensi Asia Afrika 18-24 April 1955. Foto: Kemdikbud.go.id

Ali Sastroamidjojo Tokoh Pencetus Konferensi Asia Afrika, Ini Peran dan Biografinya

Citra Larasati • 28 Desember 2022 14:20
Jakarta:  Nama Ali Sastroamidjojo mungkin tidak sebesar Bung Karno dan Bung Hatta.  Ali Sastroamidjojo adalah Perdana Menteri ke-8 Indonesia dan sosok pencetus Konferensi Asia Afrika (KAA).
 
Menurut catatan sejarah, Konferensi Asia Afrika (KAA) digelar untuk pertama kalinya di Bandung, Jawa Barat, pada 1955.  KAA yang dihadiri 25 negara Asia dan Afrika ini menjadi catatan sejarah Bangsa dengan Ali Sastroamidjojo sebagai penggagasnya.
 
Generasi muda kini tidak banyak yang mengenal namanya, karena pamornya tertutup tokoh-tokoh lainnya, yang memiliki pengaruh penting di level internasional. Padahal, Ali Sastroamidjojo menjadi salah satu negarawan yang sukses membawa nama Indonesia diperhitungkan lebih jauh di mata dunia, salah satunya sebagai pencetus Konferensi Asia Afrika (KAA).

Siapa Ali Sastroamidjojo?

Dilansir dari laman Kelas Pintar, perjalanan hidup seorang Ali Sastroamidjojo dimulai saat ia bersekolah di Sekolah Hukum Universitas Leiden, Belanda.  Ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia (PI) bersama Muhammad Hatta dan kawan-kawan, Ali Sastroamidjojo telah melalui banyak hal terkait urusan hukum di negara tersebut.

Tidak hanya Perhimpunan Indonesia, Ali Sastroamidjojo telah memulai pergerakan di ranah internasional dengan ikut aktif di Liga Anti Imperialisme. Dunia yang membuat Ali Sastroamidjojo menjadi sosok yang mempunyai paham pembebasan terhadap rakyat-rakyat tertindas.
 
Kemudian Ali Sastroamidjojo bergabung bersama PNI yang berideologi Marhaenisme. Ideologi ini sendiri dipilih Ali Sastroamidjojo dan membuat adanya kesamaan pemikiran di antara dirinya dan Soekarno sebagai pemimpin partai tersebut.
 
Dalam aktivitas politiknya, Ali melihat bentuk imperialisme sebagai penindasan individu. Implementasi gagasan pembebasan Ali lebih pada cakupan Indonesia yang berdampak pada pembebasan di dunia luar.
 
Oleh karena itu, bersama Presiden pertama RI, Ali Sastroamidjojo aktif mengumandangkan bagaimana perdamaian dunia menjadi cikal bakal utama pembentukan Undang-undang Dasar negara Indonesia yang menginginkan ada perdamaian dunia dan keadilan sosial.
 
Dalam cita-cita tersebut, Ali Sastroamidjojo berhasil mewujudkan impiannya setelah digelarnya Konferensi Kolombo yang dihadiri oleh 5 perdana Menteri saat itu. Negara-negara tersebut adalah Indonesia Srilangka, India, Pakistan dan Myanmar.
 
Pertemuan itu menjadikan dasar pembentukan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 1955 yang membuat dunia terkejut. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana Soekarno memahami Ali Sastroamidjojo yang dianggapnya mampu mengimplemetasikan garis perjuangan bangsa dalam percaturan global.
 
Ali Sastroamidjojo juga merupakan diplomat yang mampu mengemban tugas negara dengan misi-misi khusus yang sejalan dengan cita-cita Indonesia. KAA sendiri adalah buah karyanya yang sampai saat ini akan menjadi sesuatu yang tidak hanya membanggakan Indonesia, tetapi Negara-negara dunia lainnya.

Biografi Ali Sastromidjojo

Melansir laman Perpusnas, Ali Sastroamidjojo, SH lahir di Grabag, Jawa Tengah, 21 Mei 1903 dan meninggal pada 13 Maret 1976. Ali adalah seorang tokoh politik, pemerintahan, dan nasionalis. Ali mendapatkan gelar Meester in de Raechten (Sarjana Hukum) dari Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1927.
 
Ali adalah Perdana Menteri ke-8 Indonesia yang sempat dua kali menjabat pada periode 1953-1955 Kabinet Ali Sastroamidjojo I dan periode 1956-1957 Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Selain itu, Ali juga menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada Kabinet Presidensial, Menteri Pengajaran pada Kabinet Amir Sjarifuddin I, Kabinet Amir Sjarifuddin II, serta Kabinet Hatta I, dan Wakil Ketua MPRS pada Kabinet Kerja III, Kabinet Kerja IV, Kabinet Dwikora I, dan Kabinet Dwikora II.
 
Semasa bersekolah Ali aktif dalam organisasi pemuda, seperti pada organisasi Jong Java (1918-1922) dan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda (1923-1928). Karena aktivitasnya, ia pernah ditahan oleh Belanda pada tahun 1927.
 
Pada 1928, Ali membuka kantor pengacara, dan menerbitkan majalah Djanget di Solo. Ali pernah bergabung dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), lalu aktif di Gerindo saat PNI dibubarkan.
 
Setelah Perang Dunia II usai, Ali menjabat sebagai wakil ketua delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda (Februari, 1948) dan menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar.
 
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, Ali diangkat menjadi Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko (1950-1955). Selain itu, Ali juga menjabat ketua umum Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, wakil tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 1957-1960, dan menjadi ketua umum PNI (1960-1966).
 
Selain menjadi tokoh politik, Ali juga rajin mempublikasikan hasil pemikirannya, antara lain pada Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), otobiografi Tonggak-tonggak Perjalananku (1974), dan Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda (1975).
Baca juga: Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Organisasi Bentukan Jepang di NKRI

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan