"Sekolah harus mereformulasi aturan mengenai atribut siswa dan tampilan rambut siswa. Asosiasi siswa rambut gondrong adalah anak nakal merupakan warisan cara pandang lama dari Orde Baru yang mesti ditinggalkan," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 21 Januari 2023.
Satriwan menyebut warisan zaman dulu ialah ciri premanisme dan anak laki-laki nakal berambut gondrong. Padahal, hal itu belum tentu benar. Misalnya, sekolah seperti Pangudi Luhur tidak mempermasalahkan siswanya rambut gondrong.
"Dan prestasi siswanya tetap tinggi. Sepanjang anak-anak memahami tujuan dan peraturan sekolah secara umum," tutur Satriwan.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, mendorong sosialisasi aturan sekolah kepada orang tua dan siswa secara intensif. Orang tua harus sering-sering berkomunikasi dengan guru dan wali kelas dalam membimbing dan mengawasi anak.
"Kejadian ini kan menjadi indikasi terhambatnya komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua," kata Iman.
P2G mendorong dimulainya gerakan transformatif oleh sekolah. Seperti, melibatkan anak dan orang tua siswa dalam membuat aturan disiplin sekolah.
"Jangan lagi aturan hanya dibuat eksklusif oleh guru. Siswa dan ortu pasif menerima saja. Harus ada kesepakatan bermakna. Jika itu dilakukan, maka akan terbentuk ekosistem sekolah yang demokratis, dialogis, dan partisipatif," jelas Iman.
Dia mengatakan saat ini aturan sekolah masih dirasakan semata-mata sebagai alat menghukum siswa. Cara pandang lama pemberian sanksi bagi siswa, misalnya yang berambut panjang dipotong dengan asal-asalan oleh guru, tidak dapat lagi dilakukan.
Iman mengatakan usia remaja masih didorong perasaan jaim atau jaga image tinggi. Anak remaja secara psikologis pantang dipermalukan, apalagi menyangkut fisik mereka. Sebaliknya, anak remaja inginnya didengarkan yang menjadi isi hatinya, dihargai pendapatnya, dan diajak dialog bersama.
"Seandainya mencukur siswa ada di aturan sekolah, mengapa guru memotongnya asal-asalan? Ini rasanya kurang pas. Coba misalkan guru memotongnya rapi, enak dipandang, besar kemungkinan anak dan orang tua tidak mempermasalahkannya," tutur guru honorer ini.
Terpenting, kata dia, harus ada perubahan paradigma dalam mendisiplinkan siswa dengan mengembangkan disiplin positif. Dia menjelaskan disiplin positif adalah cara penerapan disiplin tanpa kekerasan dan ancaman yang dalam praktiknya melibatkan komunikasi tentang perilaku efektif antara orang tua dan anak.
Dalam praktiknya, anak diajarkan memahami konsekuensi perilaku mereka. Disiplin positif mengajarkan anak rasa tanggung jawab dan penghormatan dalam berinteraksi dengan lingkungan.
| Baca juga: 11 Pelajar Bawa Sajam Diduga Hendak Tawuran Ditangkap di Kembangan Jakbar |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id