Jejak-jejak perjuangan tersebar di sejumlah tempat. Salah satunya Benteng Ujung Pandang.
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Benteng Ujung Pandang pernah dijadikan sebagai pusat persiapan perang dan upacara membasuh panji-panji dengan darah dalam menghadapi VOC/Belanda.
Perang berakhir dengan penandatanganan perjanjian Bungaya pada 18 November 1667. Berakhirnya perang juga diikuti dengan penyerahan Benteng Ujung Pandang pada VOC.
VOC lalu mengganti nama Benteng Ujung Pandang menjadi Fort Rotterdam yang dikenal hingga hari ini. Benteng itu digunakan VOC sebagai markas komando pertahanan, pusat perdagangan, pemerintahan, dan permukiman pejabat-pejabat Belanda.
Fort Rotterdam juga pernah digunakan sebagai penjara untuk penentang Belanda. Salah satu pahlawan nasional yang pernah dipenjara ialah, Pangeran Diponegoro.
Dia ditempatkan di salah satu gedung di Fort Rotterdam. Letak penjara itu berada di sebelah kanan paling ujung dari pintu utama.

Suasana penjara Pangeran Diponegoro. Medcom.id/Renatha Swasty
Pangeran Diponegoro dibawa ke Makassar dan ditempatkan di Fort Rotterdam pada 1833. Dia ditangkap saat perundingan 'jebakan' antara Pangeran Diponegoro dan pihak Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock pada 20 Oktober 1830.
Saat itu, Pangeran Diponegoro diajak berunding untuk mengakhiri Perang Jawa yang diinisiasinya sejak 27 Juli 1825. Perang Jawa merupakan bentuk penentangan terhadap VOC yang menindas pribumi.
Pangeran Diponegoro menempati bangunan setengah lingkaran tanpa jendela di Fort Rotterdam. Ada dua jeruji, yang memiliki tinggi berbeda. Salah satu jeruji pendek hingga mesti menunduk saat masuk atau keluar.

Terdapat dua jeruji di penjara Pangeran Diponegoro. Medcom.id/Renatha Swasty
Di dalam penjara hanya ada alas tidur dari kayu dan tempat membaca Al-Qur'an. Adapula sajadah dan tikar. Saat itu, penjara beralaskan tanah.
Selama ditahan, Pangeran Diponegoro gemar membaca Al-Qur'an. "Ini (Al-Qur'an) kalau dibaca jadi bahasa Jawa," kata petugas penunggu Fort Rotterdam.
Selama ditahan, Pangeran Diponegoro bisa berkeliaran di sekitar Fort Rotterdam. Ketika sudah jam istirahat, dia mesti kembali ke ruangannya.

Tempat membaca Al-Qur'an Pangeran Diponegoro. Medcom.id/Renatha Swasty
Pangeran Diponegoro dipenjara hingga 1855. Dia pernah dipindah ke ruangan lain semasa menjalani penahanan.
Pemindahan lantaran seorang jenderal dari Belanda mengenal Pangeran Diponegoro. Dia merasa seorang pangeran tidak pantas dipenjara di ruangan yang ditempati Pangeran Diponegoro.
"Dipindah juga supaya Pangeran Diponegoro tidak berkomunikasi dengan tahanan lain," kata si petugas.

Tempat tidur Pangeran Diponegoro beralaskan kayu. Medcom.id/Renatha Swasty
Pangeran Diponegoro tak pernah pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta. Dia menghabiskan masa hidupnya di Makassar hingga meninggal pada 8 Januari 1855.
Makam Pangeran Diponegro saat ini dijadikan kompleks pemakaman di Jalan Pangeran Diponegoro, Makassar. Dia dimakamkan bersama istri, anak, dan kerabatnya.
.jpg)
Kompleks pemakaman Pangeran Diponegoro dan keluarga. Medcom.id/Renatha Swasty
Sobat Medcom penasaran dengan jejak-jejak Pangeran Diponegoro di Makassar? Jangan lupa mampir ke Fort Rotterdam saat berkunjung ke Makassar.
.jpg)
Makam Pangeran Diponegoro dan istrinya, R.A. Ratu Ratna Ningsih. Medcom.id/Renatha Swasty
Baca juga: Cerita Pangeran Diponegoro Minum Anggur Putih Saat Pengasingan Menuju Sulawesi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News