Huda menilai agak kurang tepat jika sektor pendidikan jadi objek pajak. Menurutnya, sistem Universal Service Obligation (USO) akan lebih tepat digunakan untuk memeratakan akses pendidikan. Dengan sistem ini, sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan.
"Dengan demikian kalau pun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor pendidikan maka output-nya juga untuk pendidikan. Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga," ungkapnya.
Huda berharap agar pemerintah duduk bersama Komisi X DPR untuk membahas persoalan ini agar menjadi jelas dan ditemukan solusi bersama. Kementerian Keuangan bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak jika PPN jasa Pendidikan benar-benar dilaksanakan.
"Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kita mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini," tuturnya.
Baca: Konsekuensi Literasi Rendah, Biaya Pendidikan Bakal Lebih Mahal
Pemerintah berencana mengubah ketentuan terkait PPN melalui rencana perubahan revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam draf RUU KUP, sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenai PPN rencananya akan dihapus. Salah satunya, jasa pendidikan yang dikeluarkan dari daftar jasa yang sebelumnya tidak dikenakan PPN.
Saat ini, jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News