"Kami punya model pendekatan pedagogi yang sangat memuliakan atau sangat berpusat pada anak. Jadi segala sesuatu kita lakukan itu dengan pemikiran bahwa anak menjadi subjek utama di dalam seluruh pelayanan kita," ujar Pater Eduard di sela-sela acara Gonzaga Festival 2025, Sabtu, 8 November 2025.
Gonzaga Mengajar
Dia menjelaskan, proses pembentukan karakter siswa dimulai sejak awal sebelum mereka masuk ke Kolese Gonzaga melalui kegiatan Gonzaga Mengajar. Program ini menjadi tahap seleksi calon siswa yang sungguh-sungguh sesuai dengan jiwa dan karakter yang dibutuhkan sekolah."Sebelum mereka masuk ke Kolese Gonzaga ini, kami juga sudah menyelenggarakan kegiatan Gonzaga Mengajar. Itu artinya calon-calon yang akan datang di sini sungguh-sungguh diseleksi. Seleksi sesuai dengan jiwa, jiwa yang memang kami butuhkan, karakter-karakter yang kami butuhkan di Kolese dengan kekhasan," kata dia.
Eduard menegaskan, pihaknya mencari siswa yang memiliki jiwa kepemimpinan, kreativitas, dan potensi untuk berkembang serta dididik. Semua ini dilakukan agar sesuai dengan tagline sekolah, yakni to be man for woman, with and for others, yaitu manusia yang berguna untuk memperjuangkan kemaslahatan bagi banyak orang.
"Memang tetap ada leadership-nya, ada juga anak-anak yang hidup, anak-anak yang punya kreativitas, punya potensi-potensi untuk berkembang, untuk dididik, dilanjut, dibentuk, sehingga sesuai dengan apa yang kami cita-citakan yaitu tagline-nya to be man for woman, with and for others. Jadi manusia yang memang nanti berguna untuk memperjuangkan kemaslahatan bagi banyak orang," tutur dia.
Dia mengatakan, pendekatan personal menjadi kunci dalam pembentukan karakter siswa. Sejak awal, guru harus memahami konteks setiap anak sehingga bisa mengetahui arah pembentukan karakter sesuai dengan corak dan ciri khas masing-masing siswa.
"Sejak awal harus tahu konteks anak, sehingga ketika dalam pembentukan lanjutan, kita tahu kira-kira anak ini dibentuk ke arah yang bagaimana dengan corak, dengan ciri yang khas masing-masing anak. Jadi itu pendekatan personal oleh guru ketika dia dilibatkan dalam pengalaman, tapi anak juga dilatih untuk berefleksi, menemukan makna bagi hidupnya sendiri sehingga dia termotivasi," kata dia.
Eduard menekankan, siswa diberikan berbagai macam pengalaman, termasuk melalui Gonzaga Festival 2025. Dalam kegiatan ini, siswa yang berorganisasi dan bekerja, sementara guru hanya berperan sebagai pendamping.
"Berbagai macam pengalaman diberikan antara lain di Gonzaga Festival 2025 ini. Mereka berorganisasi, itu anak-anak yang guru-guru hanya mendampingi, tapi mereka lah yang bekerja dan mengupayakan semua, lalu nantinya mereka akan dilibatkan dalam refleksi atas pengalaman itu, menemukan makna untuk kehidupan mereka," ujarnya. Dia menambahkan, setelah berefleksi, siswa akan merencanakan aksi yang lebih baik untuk masa depan. Siklus inilah yang menjadi ciri khas Paradigma Pedagogi Ignasian dalam pendidikan di Kolese Gonzaga.
"Lalu kemudian nanti berbuah lagi dalam rencana-rencana aksi yang akan datang supaya lebih baik. Itu pendekatannya. Jadi dalam siklus itulah kami mendekati anak-anak. Dalam pendidikan kami yang disebut Paradigma Pedagogi Ignasian," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id