Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Eduart Wolok. DOK YouTube Kemendiktisaintek
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Eduart Wolok. DOK YouTube Kemendiktisaintek

Ketua MRPTNI: Kasus Bullying Mustahil Hilang 100%

Ilham Pratama Putra • 19 November 2025 16:06
Surabaya: Kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan, baik di sekolah atau universitas seolah tak pernah usai. Kasus terakhir, seorang siswa SMPN 19 Tangerang Selatan meninggal dunia diduga karena bullying.
 
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Eduart Wolok menyebut menghilangkan kasus bullying di lingkungan pendidikan tampak mustahil. Baginya, bullying tidak mudah dihilangkan sepenuhnya.
 
"Bukan hal yang mudah lah untuk menghilangkan ini (perundungan) 100 persen," ujar Eduart dalam acara Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi (KPPTI) 2025 di Graha Unesa, Surabaya, Rabu, 19 November 2025.

Meski begitu, menurutnya inisiasi pengentasan bullying tetap harus dilakukan agar kasus dapat diminimalisir. 
 
"Tetapi terus terang kita terus berinisiasi dan berdaya upaya agar supaya memang kasus-kasus bullying ini benar-benar minimalisir," ujar dia. 
 
Bagi dia, saat ini yang diperlukan adalah memberikan efek jera kepada pelaku bullying. Salah satunya dengan memberikan sanksi tegas.
 
"Salah satu yang mendorong juga itu adalah efek jera. Jadi, bagi kasus bullying yang sudah terbukti melakukan bullying itu diberikan sanksi yang tegas," kata Eduart. 
 
Saat ini, pihaknya sudah memulai pembicaraan tentang pengentasan perundungan atau bullying dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto.
 
"Dan dari situ biasanya kami akan melakukan FGD untuk menghasilkan rumusan-rumusan yang cocok untuk diterapkan," sebut Eduart.
 
Dalam pembicaraan itu, pihaknya berupaya melakukan langkah-langkah yang lebih strategis untuk menghentikan bullying. Termasuk, menggodok regulasi terkait perundungan.
 
Salah satu yang dikaji adalah standarisasi bullying Menurutnya, perlu ada persamaan persepsi terkait bullying. 
 
"Karena terkadang perbedaan kultur itu kan menyebabkan perbedaan penafsiran. Misalnya karakter kata-kata yang ada di wilayah timur, itu mungkin buat yang sebagian teman-teman kita di Jawa itu sudah dianggap bullying," ujar dia. 
 
Selanjutnya, penganturan itu akan diturunkan dalam Forum Group Discussion (FGD) agar ditemukan rumusan yang cocok untuk diterapkan.
 
"Karena sekali lagi, disparitas ataupun perbedaan ya, kultur, geografis, demografis, sosiologis dari Sabang sampai Merauke itu tidak mudah diatur dalam satu regulasi yang mengikat apalagi dari sisi kultur, budaya dan sebagainya," jelas Eduart. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan