Ia pun menilai Hari Aksara Internasional yang jatuh setiap 8 September, bisa jadi momentum untuk menjaga kesadaran pentingnya kemampuan literasi dasar bagi seluruh masyarakat. Dengan begitu, dapat memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang lebih melek huruf dan berkelanjutan.
Linda menambahkan peringatan Hari Aksara Internasional perlu juga dimaknai bahwa literasi merupakan masalah martabat dan hak asasi manusia. Setiap orang punya hak yang sama untuk memahami dan menguasai literasi.
Ia mengatakan, data UNESCO mencatat kalau masih ada 773 juta orang dewasa di dunia yang belum punya kemampuan literasi dasar. UNESCO mengategorikan literasi dasar seperti kemampuan baca, tulis, finansial, numerasi, digital, dan lain-lain.
Baca: Empat Langkah Kemendikbud Mengatasi Buta Aksara
Penanganan buta aksara di Indonesia, menurut Linda, sudah cukup baik. Ini bisa dibaca dari terus menurunnya persentase buta aksara di Indonesia. Ia memaparkan, pada 2011 angka buta aksara di Indonesia mencapai 4,63 persen dari total jumlah penduduk di Tanah Air.
Kemudian, pada 2018, persentase buta aksara di Indonesia menurun menjadi 1,93 persen. Pada 2019, angka buta aksara di Indonesia yaitu 1,78 persen, atau sebanyak 3,76 juta orang.
"Tapi, jumlah ini bukan yang harus kita banggakan. Ini adalah manusia yang harus terbebas dari buta aksara. Satu orang pun mempunyai hak untuk tidak mengalami buta aksara," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id