"Investasi terbaik adalah investasi yang bisa memicu efek mata rantai, begitu pun di dunia pendidikan, yaitu dosen yang kompeten akan menghasilkan lulusan yang kompeten dan relevan," ujar Bagus kepada Medcom.id, Jumat, 19 Januari 2024.
Bagus mengatakan mata rantai pendidikan tinggi menghubungkan S1, S2, dan S3. Menurutnya, salah satu masalah besar adalah hanya 15 persen dosen bergelar doktor.
"Artinya mayoritas dosen Indonesia belum pernah melakukan riset secara formal, apalagi riset yang menghasilkan inovasi yang dibutuhkan dunia industri," beber dia.
Dia mengatakan lulusan S1 yang masih berusia relatif muda harusnya mampu menjadi ujung tombak industrialisasi dan kewirausahaan. Sebab, mereka lebih bisa mengambil risiko ketimbang lulusan S3 dan S3 yang lebih berumur.
Namun, karena mereka dididik oleh dosen yang belum pernah melakukan riset, kompetensi lulusan S1 tidak relevan dengan kebutuhan riil di dunia industri. Minimnya dosen bergelar S3 mengakibatkan putusnya mata rantai riset dan inovasi.
Akibatnya, industri tidak menganggap bekerja sama dengan universitas itu berguna dalam menghasilkan produk-produk baru.
"Kalau ini dibiarkan terus dan industri lebih memilih untuk melakukan riset sendiri atau bahkan tidak sama sekali, maka kompetensi lulusan S1 ke depan akan tidak relevan dengan kebutuhan industri, akibatnya peluang kerja akan makin minim. Akibatnya perkara makan sehari-hari akan tetap sulit," tutur dia.
Baca juga: Banyaknya Peneliti Bisa Hidupkan Ekonomi Berbasis Inovasi, Masalah Perut Teratasi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id