"Pengenaan pajak pada sektor pendidikan di tengah pandemi akan menambah tinggi angka putus sekolah," kata Himmatul melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 Juni 2021.
Ia mengatakan, pandemi yang masih berlangsung telah menurunkan ketahanan ekonomi masyarakat, sehingga banyak siswa di berbagai daerah Indonesia mengalami putus sekolah. Pengenaan pajak pendidikan bisa menambah tinggi angka putus sekolah sehingga menurunkan angka partisipasi sekolah di Indonesia.
"Kondisi demikian tentu paradoks dengan visi pemerintah sendiri, yakni mewujudkan SDM (sumber daya manusia) unggul untuk Indonesia maju," ucap politikus Gerindra itu.
Baca: RUU KUP, Sekolah Tak Bebas PPN Lagi
Ia menambahkan, pengenaan pajak pada sektor pendidikan akan membuat biaya pendidikan meningkat, sehingga akan membebani masyarakat. Menurut dia, kondisi ini justru akan menciptakan ketidakadilan karena pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat.
Badi Himmatul, hal ini jelas bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
"Disebutkan dalam UU tersebut bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif," ujarnya.
Ia menegaskan, setiap warga negara dijamin haknya untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah juga berkewajiban membiayai pendidikan warganya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945.
Namun, kata dia, rencana pemerintah mengenakan pajak di sektor pendidikan membuat masyarakat yang dijamin haknya justru dibebankan kewajiban. Sebaliknya, pemerintah yang berkewajiban membiayai, malah justru memungut biaya pendidikan dari rakyat.
"Ini tentu tidak etis sekaligus tidak konstitusional. Jadi jika rencana tersebut diberlakukan dan UU disahkan akan rawan digugat di Mahkamah Konstitusi," tegasnya.
Baca: Sekolah Jadi Objek Pajak, Biaya Pendidikan Diprediksi Semakin Mahal
Pemerintah berencana mengubah ketentuan terkait PPN melalui rencana perubahan revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam draf RUU KUP, sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenai PPN rencananya akan dihapus. Salah satunya, jasa pendidikan yang dikeluarkan dari daftar jasa yang sebelumnya tidak dikenakan PPN.
Saat ini, jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News