"Mungkin kita sudah terjebak dengan istilah ini, namun, kita perlu tahu basic needs kita dengan coba tanya ke diri sendiri, apakah self-healing itu bentuk kita untuk melarikan diri dan mengalihkan perhatian kita dari masalah atau benar-benar bisa menjadi support system untuk atasi burnt-out kita," kata Zahrah dikutip dari laman Antara, Senin, 10 Oktober 2022.
Dia menyebut saat diri sendiri paham self-healing bisa dijadikan dukungan untuk menghadapi burnt-out diharapkan kegiatan itu bisa menjadi support. "Bicara soal batasan, itu adalah pertanyaan untuk diri sendiri, apakah kita menerima atau menolak (gagasan itu) untuk menghadapi stres kita," papar dia.
Zahrah menyebut self-healing biasanya beriringan dengan adanya burnt out -- rasa lelah dan kewalahan dengan banyaknya tuntutan pekerjaan atau lainnya. Dia menuturkan burnt-out yang hadir seiring dengan tren hustle culture di kalangan anak muda ini terjadi karena paparan informasi yang begitu banyak dan cepat, ditambah dengan sifat alami manusia yang kompetitif.
Namun, setiap orang memiliki fondasi berbeda: ada yang sudah cukup kuat dan adapula yang masih berusaha membangun pijakannya. Dia mengatakan dengan paparan informasi yang cepat tentu akan banyak "serangan" yang menggoda di dalam proses tersebut.
"Di sini, diperlukan jeda informasi. Bagi mereka yang merasa fondasinya belum cukup kuat dan dipaksa kerja keras, itu bisa berpengaruh ke kondisi mentalnya. Dukungan tiap orang pun berbeda-beda dan itu menjadi perjalanan mereka masing-masing," ujar Zahrah.
Sehingga, kata dia, penting bagi setiap individu untuk mau mengakui ketika mereka sudah tidak kuat dan mampu menangani berbagai hal tersebut. Adapun beberapa tanda yang bisa disadari, di antaranya kehilangan rasa sukacita saat bekerja, merasa pekerjaan adalah beban yang luar biasa, hingga merasa bekerja seperti layaknya sebuah "robot".
"Kita perlu mengakui kalau kita merasa burnt-out. Yang perlu dilakukan adalah melihat tiga sisi kita yaitu dari sisi emosional, fisik, dan pikiran. Mana kah burnt-out yang paling menyerang dari ketiga hal itu. Dari situ, kita bisa coba release dengan berbagai hal yang sesuai, seperti olahraga, meditasi, journalling, dan lainnya," papar Zahrah.
Baca juga: Psikolog UI Ungkap Cara Bantu Jaga Kesehatan Jiwa pada Remaja |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News