Mengenai nama tempat di kawasan itu yang disebut Jurnatan, menurut Dewi, juga terkait dengan keberadaannya sebagai pusat pemerintahan. Jurnatan diduga menjadi tempat Ki Pandan Arang I menjabat sebagai juru nata (pejabat kerajaan) di bawah kekuasaan Kerajaan Demak.
Sebab, menjadi tempat tinggal sang juru nata, kemudian tempat tersebut dikenal dengan Jurnatan. Kedudukan Kampung Batik menjadi bagian tak terpisahkan dari pusat kekuasaan, yaitu sebagai penyedia kebutuhan bahan sandang bagi para penguasa, pegawai pemerintah, serta masyarakat kota.
Batik Semarang, kata dia, memang tidak memiliki motif yang baku. Namun, produknya bisa dikenali dari pemakaian motif yang naturalis dan realistik seperti burung merak yang melambangkan keindahan dan perlindungan keluarga, bangau yang menjadi simbol panen dan kemakmuran, ayam jago sebagai simbol kejantanan, dan kupu-kupu yang melambangkan keindahan, kesuburan, dan harapan mencapai kedudukan yang tinggi.
Baca:
Guru Besar Unpad Ungkap Fakta Lain Soal Kerajaan Sunda
Motif lainnya adalah ikan sebagai simbol kemaritiman, daun asam yang diyakini sebagai awal penamaan Semarang. Lalu, pohon bambu sebagai simbol kemudahan hidup, bukit sebagai simbol kekotaan Semarang, dan laut simbol kemaritiman.
Ciri-ciri lain dari batik semarang adalah pemakaian warna yang cerah. Kultur pesisir yang terus terang dimanifestasikan dalam pilihan warna terang seperti merah, oranye, ungu, dan biru. "Warna cerah menjadi ciri khas batik semarang yang mudah dikenali," ungkapnya.
Dari catatan yang ada, pada abad 19 diketahui ada dua wanita Indo-Eropa yang masuk dalam industri batik di Semarang. Nyonya Oosterom dan Nyonya Von Franquemont telah membuat batik dengan 59 motif, antara lain tokoh-tokoh wayang, naga, Dewi Shih Wang Mu dan pohon persik, serta garuda. Ada juga sarung dengan motif isen-isen ikan.