Bandung: Jawa Barat setidaknya memiliki dua kerajaan besar yang pernah berdiri setelah zaman Tarumanagara, yaitu Galuh dan Sunda. Dua kerajaan ini memiliki akar kuat sebagai identitas sejarah dan budaya dari masyarakat Sunda.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Nina Herlina Lubis menjelaskan, berbicara mengenai kerajaan Sunda, maka tidak bisa dipisahkan dari nama kerajaan Galuh. Sebab, antara kerajaan Sunda dan Galuh pernah bersatu dengan nama kerajaan Sunda dan pusat kekuasaannya berada di wilayah Galuh.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual 'Satu Jam Berbincang Ilmu: Kerajaan Sunda dalam Konstelasi Politik, Dulu dan Kini', akhir pekan lalu, Nina menjelaskan, penyatuan kerajaan Sunda dan Galuh terjadi pada masa Sanjaya, raja Sunda setelah Maharaja Trarusbawa.
"Dalam sumber primer Prasasti Canggal disebutkan, Sanjaya merebut takhta kerajaan Galuh dari Rahyang Purbasora sekitar sebelum tahun 732 Masehi,” ungkap Nina mengutip siaran pers Unpad, Senin, 15 Maret 2021.
Sejarawan Unpad ini menjelaskan, berdasarkan tinggalan sejarah, ibu kota atau pusat kekuasaan kerajaan Galuh berpindah-pindah. Bermula di daerah di dekat Banjar saat ini, lalu berpindah ke wilayah yang saat ini menjadi perbatasan Ciamis-Banjar, serta kembali pindah ke daerah Kawali.
"Di Kawali itulah kita menemukan sumber yang bisa dipercaya tentang Galuh, yaitu 6 prasasti yang menyebutkan berbagai peristiwa tentang kerajaan Galuh," papar Nina.
Baca: Segera Dibuka, Beasiswa untuk Santri Kuliah Kedokteran dan Farmasi
Memiliki ibu kota kerajaan yang berpindah menyebabkan adanya perbedaan karakteristik kerajaan Sunda dengan kerajaan di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Kerajaan Sunda cenderung memiliki tinggalan sejarah berupa bangunan candi yang lebih sedikit dibanding di wilayah tengah dan timur.
Penyebabnya, kata dia, masyarakat Sunda pada saat ini bukan sebagai masyarakat menetap. Hal ini menyebabkan mengapa ibu kota kerajaan Galuh dan Sunda berpindah-pindah.
"Karena berpindah-pindah jadi tidak punya waktu membangun candi besar. Di Jateng dan Jatim masyarakatnya petani sawah, sehingga cukup punya waktu membangun bangunan monumental," tuturnya.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan