Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, Presiden mempunyai kekuasaan untuk memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan lembaga lain yaitu, DPR untuk amnesti dan abolisi, dan Mahkamah Agung untuk grasi dan rehabilitasi.
Yuk kita kenalan lebih dalam dengan amnesti:
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Amnesti berasal dari bahasa Yunani “amnestia” yang berarti melupakan (amnestia comes from the Greek word amnéstia, meaning forgetfulness or oblivion). Pemberian amnesti dilakukan sebagai upaya menghapuskan pidana yang telah dilakukan.
Pemberian amnesti dilakukan sebagai upaya melepaskan pertanggungjawaban pidana seseorang, baik sebelum diadili atau pada saat menjalani pemidanaan. Amnesti dilakukan baik berdasarkan kasih (memaafkan mereka yang telah menjalani hukuman atas kejahatan yang dilakukan), politik (untuk mengakhiri suatu perang atau pemberontakan), yuridis (untuk merehabilitasi terpidana yang ternyata tidak bersalah) dan seremonial (dalam rangka peringatan hari kebangsaan).
Amnesti merupakan hak Presiden yang diatur dalam konstitusi yang bersifat prerogatif. Praktik penyelenggaraan amnesti dalam konstitusi mengalami perubahan seiring dengan perubahan konstitusi.
Hak Presiden memberikan amnesti diatur dalam UUD 1945. Pasal 14 UUD 1945 mengatur “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi”.
Akibat perubahan bentuk negara, konstitusi yang berlaku juga mengalami beberapa pergantian. Salah satunya pergantian Undang-Undang Republik Indonesia Serikat Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950).
Dalam UUDS 1950 terjadi perubahan pengaturan amnesti yang diatur dalam Pasal 107 ayat (3) yang berbunyi: amnesti dan abolisi hanya dapat diberikan dengan undang-undang ataupun atas kuasa undang0undang, oleh Presiden sesudah meminta nasehat Mahkamah
Agung.
Baca juga: KPK Sudah Siap Ajukan Banding Sebelum Hasto Diberi Amnesti |
Pada masa periode UUDS 1950, pemberian amnesti dilakukan dengan diterbitkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Berakhirnya periode UUDS 1950 ditandai dengan keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno.
Dengan dekrit tersebut, konstitusi kembali pada UUD 1945. Sehingga, pengaturan hak Presiden kembali berlaku Pasal 59 14 UUD 1945 yang berbunyi “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi”.
Selanjutnya, UUD Tahun 1945 dilakukan amandemen pada Oktober 1999. Pengaturan amnesti mengalami amandemen dalam Pasal 14 yang mengatur:
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berikut ini beberapa contoh amnesti yang pernah diberikan presiden:
Pengampunan oleh Presiden Soekarno kepada individu yang terlibat dalam pemberontakan pada masa awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1959.
Lalu, Presiden BJ Habibie memberikan amnesti dan atau abolisi kepada dua oposisi politik, yaitu Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan serta tahanan politik Papua Hendrikus Kowip, Kasiwirus Iwop, dan Benediktus Kuawamba.
Setelah itu, Presiden Abdurahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur pernah memberikan amnesti kepada tahanan politik aktivis prodemokrasi, termasuk aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), yaitu Budiman Sudjatmiko.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah memberikan amnesti umum dan abolisi kepada setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka.
Presiden Joko Widodo beberapa kali memberikan amnesti. Misalnya, pengampunan terhadap terpidana kasus narkoba, Muhammad Yusuf, pada tahun 2015. Jokowi juga memberikan pengampunan kepada dosen Universitas Syiah Kuala, Saiful Mahdi, yang terlibat dalam kasus UU ITE pada tahun 2021.
Penghapusan pemidanaan atas pelaku kejahatan perlu memperhatikan hak-hak korban. Korban atas suatu kejahatan memiliki hak untuk atas keadilan, kebenaran dan ganti rugi.
Pemberian amnesti terhadap pelaku kejahatan (yang terdapat korban) berarti penderitaan korban tidak diakui/ditolak negara yang menyebabkan korban tersebut akan terus menderita. Oleh karena itu, dalam pemberian amnesti yang tidak membatasi jenis pidana, negara perlu mengatur mekanisme pemulihan atas korban sebagai salah satu bentuk kewajiban negara dalam menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id