Pakar ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair) Irham Zaki khawatir jasa penukaran uang di pinggir jalan bisa menjerumuskan masyarakat dalam riba fadhl yang diharamkan oleh agama. Riba fadhl merupakan kegiatan jual beli atau pertukaran barang namun dengan kadar atau takaran yang berbeda.
"Hal ini mengingat sistem penukaran uang tersebut didesain dengan mengurangi 5-10 persen dari uang yang ditukarkan lalu dikemas dalam kemasan plastik," kata Zaki dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 2 Mei 2022.
Zaki mengatakan fenomena ini lumrah terjadi karena jasa penukaran resmi yang disediakan bank masih tergolong sulit dijangkau. Ia mengatakan masyarakat dapat tetap menggunakan jasa ini, namun dengan akad yang benar, yaitu ijarah atau sewa menyewa.
“Dalam akad ini, pelanggan dianggap sedang membayar jasa orang lain untuk menukarkan uangnya di bank,” tutur dia.
Zaki menyebut hal tersebut bukan tanpa risiko. Pengetahuan masyarakat dalam bermuamalah secara Islami dianggap masih rendah. Hal itu dikhawatirkan akan terjadi akad yang tidak benar dan justru semakin terjerumus dalam dosa riba.
“Dari BI mungkin bisa menjadikan penyelenggara jasa tukar itu jadi karyawan sementara dan dibayar. Jadi, masyarakat bisa lebih mudah untuk dapat tukaran uang,” ujar Koordinator Ziswaf Puspas Unair tersebut.
Dia berpesan masyarakat tidak lalai dengan hal-hal yang dapat mengganggu kehikmatan bulan Ramadan. “Gara-gara sibuk mencari baju baru, tukar uang sana-sini. Akhirnya kita tidak fokus ibadah. Diharapkan kita tidak seperti itu,” tutur dia.
Zaki menilai budaya bagi-bagi THR merupakan hal baik bahkan dianjurkan karena sebagai wujud membagi kebahagian saat hari raya. Namun, hal ini boleh terlaksana dengan catatan tidak memberatkan diri hingga harus berhutang.
“(Dalam Islam) hal itu disebut Takalluf, ya, atau membebani diri sendiri, tentu saja hal yang tidak boleh,” ujar Zaki.
Baca: BI Tegaskan Penukaran Uang di Bank Tak Dipungut Biaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News