Pengembangan teknologi itu berawal dari keprihatinan Pramaditya belum optimalnya pengelolaan padang lamun di Indonesia.
“Mengingat luasnya ekosistem karbon biru di Indonesia, apabila informasi tersebut dapat diperoleh dan Indonesia berhasil memasukkan kontribusi ekosistem karbon biru ke dalam NDCs, peran Indonesia dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim akan semakin signifikan,” kata Pramaditya dikutip dari laman ugm.ac.id, Rabu, 13 April 2022.
Penginderaan jauh merupakan rekomendasi aksi dari PBB (UNEP) terkait pengelolaan padang lamun. Penginderaan jauh menjadi pendekatan utama melengkapi global data set distribusi spasial padang lamun yang masih belum lengkap. Selain itu memetakan jasa ekosistem padang lamun yang saat ini masih sangat terbatas.
Sejak 2013, Coastal Biodiversity Remote Sensing Research Group Fakultas Geografi UGM terus mengembangkan berbagai metode penginderaan jauh untuk memetakan berbagai macam parameter ekosistem karbon biru termasuk padang lamun dan hutan mangrove. Beberapa di antaranya adalah metode pemetaan distribusi spasial dan temporal, spesies, persentase tutupan, leaf area index, cadangan karbon, dan serapan karbon padang lamun.
Khusus padang lamun, melalui research group ini juga telah mengembangkan perpustakaan spektral (spectral library) berbagai spesies lamun di Indonesia. Kini juga tengah mengembangkan algoritma dan toolbox untuk pemetaan cadangan dan serapan karbon padang lamun otomatis.
Pengembangan juga untuk memetakan dan memantau dinamika padang lamun, serta menganalisis dampak aktivitas manusia terhadap perubahan luas tutupan padang lamun dan runtuhnya ekosistem padang lamun. Pengembangan dilakukan bersama PRO BRIN dan Wageningen University.
Padang lamun paling efektif lindungi bumi
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem karbon biru (blue carbon) di wilayah pesisir yang didominasi vegetasi lamun (angiosperm). Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati padang lamun dunia dan memiliki 5-10 persen luas padang lamun dunia.Tak seperti mangrove atau terumbu karang, padang lamun merupakan ekosistem yang jarang disinggung. Namun, padang lamun sangat berperan menjaga kelangsungan hidup biota laut, membuat air laut jernih, dan menjadi stabilisator sedimen perairan.
Tumbuhan air berbunga tersebut juga melindungi bumi karena mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dan mitigasi perubahan iklim. Meskipun luasnya kurang 1 persen dari lautan bumi, namun padang lamun menyimpan sekitar 18 persen total karbon di laut.
Kemampuan padang lamun menyerap karbon dan menguburnya dalam sedimen mencapai lebih dari 30 kali lipat lebih tinggi ketimbang hutan hujan tropis yang selama ini dikenal sebagai ekosistem penyerap karbon yang tinggi. Fakta tersebut menempatkan padang lamun menjadi ekosistem carbon sink yang paling efektif dan efisien di bumi.
Pramaditya mengkaji padang lamun sejak 2010. Saat ini, dia mengembangkan tools pengolahan citra digital pengindraan jauh untuk kebutuhan pemetaan stok karbon atas permukaan dan sekuestrasi karbon ekosistem padang lamun secara otomatis.
Banyak pihak terlibat mulai dari dosen, peneliti, hingga mahasiswa. Adapun institusi dalam negeri yang terlibta, yakni Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (sekarang menjadi Pusat Riset Oseanografi BRIN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Universitas Hasanuddin, dan Lapan (sekarang menjadi Pusat Riset Antariksa BRIN). Sementara itu, lembaga luar negeri yang terlibat, yakni The University of Queensland, Wageningen University and Research, dan TH Koeln (Cologne University of Applied Sciences).
Pramaditya menyebut nilai ekonomi jasa ekosistem padang lamun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem karbon biru lain, seperti hutan mangrove dan terumbu karang. Valuasi ekosistem padang lamun mencapai USD19.004 per hektare per tahun. Sementara itu, hutan mangrove USD9.990 per hektare per tahun dan terumbu karang USD6.075 per hektare per tahun.
“Namun, jasa ekosistem padang lamun tersebut belum banyak mendapat eksposur dan masih kalah populer jika dibandingkan dengan ekosistem karbon biru lain seperti terumbu karang dan hutan mangrove,” kata Ketua Program Studi Sarjana Kartografi dan Penginderaan Jauh UGM ini.
Pengelolaan belum optimal
Pramaditya mengatakan ada charisma gaps terkait pentingnya ekosistem padang lamun menyebabkan kurangnya pengelolaan khusus terkait ekosistem ini, termasuk di Indonesia. Padahal, 30 persen padang lamun dunia saat ini telah hilang dan diperkirakan luas padang lamun di dunia berkurang hampir 1 hektare setiap 30 menit atau 2-5 persen per tahun.Dia menyebut dibandingkan dengan usaha pemulihan terumbu karang dan hutan mangrove, aktivitas pemulihan padang lamun jauh lebih sedikit jumlahnya.
Estimasi luas padang lamun di Indonesia yang sudah divalidasi oleh Pusat Riset Oseanografi-BRIN (PRO-BRIN) dan dipublikasikan dalam buku Status Padang Lamun Indonesia 2018 baru seluas 293.464 hektare atau sekitar 16-35 persen dari potensi luasan padang lamun di Indonesia. Namun, pengelolaan padang lamun di Indonesia belum optimal.
“Ini terlihat dari belum masuknya program pemetaan padang lamun secara khusus dalam Perpres RI Nomor 23 Tahun 2021,” ujar dia.
Koordinator Coastal Biodiversity Remote Sensing Research Group, Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi UGM ini menyebut pengelolaan ekosistem padang lamun perlu dilakukan berkelanjutan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan informasi distribusi spasial dan temporal padang lamun beserta informasi biofisik.
Seperti variasi spesies, persentase tutupan, biomassa, cadangan karbon, dan laju serapan karbon. Ketersediaan informasi tersebut secara multi temporal sangat penting untuk melihat dinamika yang terjadi pada ekosistem padang lamun.
Informasi yang tidak kalah penting ialah perubahan dan berkurangnya luas padang lamun di Indonesia dan berbagai penyebabnya. Pramaditya mengatakan butuh waktu panjang, personel dengan kompetensi khusus, dan dana besar untuk survei konvensional padang lamun di Indonesia.
"Ditambah minimnya data historis terkait distribusi spasial dan temporal padang lamun. Karenanya kami terus mengembangkan metode pengolahan data penginderaan jauh untuk memetakan padang lamun,” tutur dia.
Baca: Negara G20 Diharapkan Aktif dalam Pembangunan Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News