Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengungkapkan, masukan tersebut kerap kali disampaikan para guru dan dosen dalam berbagai kesempatan. "95 persen mereka mengusulkan untuk direvisi dan di sini kita meminta masukan, apakah baiknya dipisah atau tidak. Ini masih ada diskusi," kata Fikri, di Rektorat Universitas Brawijaya (UB), Kamis, 18 Oktober 2018.
Untuk keperluan itu pula, Fikri mengunjungi UB, sekaligus meminta masukan langsung dari rektor dan para dosen di perguruan tinggi tersebut. Keputusan untuk merevisi UU tersebut dilakukan, karena muncul berbagai keluhan dari kalangan guru dan dosen.
Keluhan yang paling sering disampaikan, kata Fikri, yakni terkait kesejahteraan. Salah satunya, tidak ada kejelasan regulasi untuk dosen nonPNS (Pegawai Negeri Sipil) di dalam UU Guru dan Dosen. "Bahkan dosen di PTS (Perguruan Tinggi Swasta) ada yang gajinya di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Itu tidak boleh seperti itu," bebernya.
Baca: LPTK Over Supply Calon Guru
Selain itu, Fikri menyebutkan bahwa instansi yang menaungi guru dan dosen saat ini berbeda. Sebelumnya keduanya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional.
Namun saat ini guru berada di bawah Kemendikbud, sedangkan dosen di bawah Kemenristekdikti. Karena rumahnya berbeda, administrasinya menjadi berbeda, sehingga ada tuntutan agar regulasi dipisahkan.
Kemudian tuntutan kerja dosen dan guru juga berbeda. Di mana guru sepenuhnya pendidikan dan pengajaran, sedangkan dosen memiliki tridarma, yakni pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. "Sehingga ini harus dibongkar UU nya, jangan digabung jadi satu, tapi dipisah," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News