Setelah menyelesaikan pendidikan di SMAN 2 Yogyakarta, Janu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Janu bisa berkuliah berkat ibunya yang rela menyisihkan uang.
Orang tuanya adalah penjual sayuran yang berdagang di Pasar Sleman. Untuk menambah penghasilan, ayah Janu juga menjadi buruh tani, sementara ibunya terkadang membantu berjualan ayam.
“SMA dulu saya IPA tapi melanjutkan kuliah di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta). Sebenarnya UNY itu pilihan kedua, yang kesatu UGM (universitas Gadjah Mada) tapi belum rezeki. Kalau di UGM dulu pengin Geografi karena saya memang suka Geografi," kata Janu dikutip dari laman Kemenkeu, Jumat, 28 Februari 2025.
Pria kelahiran 1993 itu memilki prinsip sekolah di mana saja asal negeri sudah membuatnya senang. Sekolah negeri bakal lebih terjangkau karena kemampuan orang tuanya juga terbatas.
Janu kuliah di program studi Pendidikan Geografi. Dia memilih kuliah lintas jurusan lantaran sangat tertarik dengan Geografi. “Selain saya suka belajar tentang ilmu alam dan juga ilmu manusia. Geografi merupakan perpaduan dua rumpun, ilmu sosial dan juga ilmu alam," tutur dia.
Dia mengenyam pendidikan tinggi di UNY selama 3 tahun 8 bulan. Janu berhasil lulus dengan predikat lulusan terbaik pada program studi Pendidikan Geografi. Janu sempat mengikuti summer school di Universitiet Utrecht, Belanda saat masih berkuliah.
Setelah lulus, Janu bekerja di salah satu start up belajar online. Namun, dia memutuskan keluar setelah beberapa bulan.
Gaji yang ia kumpulkan selama bekerja digunakannya untuk tes IELTS. Janu memang sudah membulatkan tekad untuk melanjutkan studi setelah lulus. Banyak seleksi yang diikuti. Banyak juga kegagalan yang dialami.
Namun, dia tak cepat menyerah. Pada 2016, Janu menerima beasiswa pertukaran pelajar dari pemerintah Amerika, Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) di Arizona State University pada jurusan Civic Engagement. Pada tahun itu pula Janu berhasil meraih beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan).
Baca juga: Mimpi dari Pulau Kecil Timur Indonesia, Kisah Herawati Tembus Beasiswa LPDP ke Boston University |
Janu mendaftar lewat program beasiswa afirmasi tidak mampu. Dia memilih melanjutkan studi ke Inggris, tepatnya di University of Birmingham. Janu memilih program Human Geography.
“Itu ngambil masih linear sebenarnya geografi, tapi saya fokus di geografi manusia ataupun human geography. Karena memang saya lebih banyak ilmu sosial yang saya pelajari di situ,” tutur Janu.
Pada 2017 atau setelah setahun lebih Janu berada di Inggris, dia berhasil menyelesaikan pendidikannya. Janu memilih kembali ke Sleman.
Banyak hal yang dilakukan Janu setelah lulus. Dia pernah bersama beberapa temannya mendirikan sebuah kampus. Namun, Janu merasa belum puas. Dalam lubuk hatinya ia ingin menjadi guru.
Janu bersama beberapa koleganya lantas mendirikan sebuah sekolah Islam, masih di daerah Yogyakarta. Sekolah tersebut berdiri mulai dari jenjang TK hingga SMP. Janu mengurus segala hal mulai dari pendirian, perizinan, rekrutmen guru hingga pencarian siswa.
Bahkan, Janu didapuk sebagai kepala sekolah di usianya baru menginjak 25 tahun. “Dari situ memang sebelumnya tersalurkan juga passion saya ngajar karena memang saya senang berbagi,” kata Janu.
Selain menjadi kepala sekolah, Janu merangkap beberapa pekerjaan, dari guru kelas hingga humas di yayasan. Hal itu membuat Janu sedikit gusar, sebab banyak waktu yang dihabiskan.
“Jadi ada sesuatu yang hilang menurut saya. Seperti mungkin kegemaran lain, hobi, beraktivitas sosial, ataupun berkomunitas hilang gitu selama 3 tahun,” ujar Janu.
Meski begitu, tak ada penyesalan dalam dirinya. Bahkan, Janu bersyukur telah diberi banyak pengalaman. “Bagi saya, setiap pengalaman ada pembelajarannya. Jadi kalau ada masalah atau apa ya kita bukan untuk malah lari ataupun bersembunyi, tapi memang harus dihadapi. Perkara nanti hasilnya seperti apa, saya serahkan sama Allah SWT,” ujar dia.
Masalah muncul pada 2020, saat pendemi covid-19 menyebar hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Saat itu, pasar mulai sepi dan banyak aspek yang berubah dalam berkehidupan.
Pasar tempat orang tuanya berjalan mulai sepi, banyak dagangan tidak laku. Bukan hanya orang tuanya, tapi hampir semua pedagang merasakan dampak dari pandemi. Berawal dari curhatan orang tuanya yang mengeluh dagangan sepi, Janu bersama istrinya mencoba membantu dengan menjajakan produk-produk di pasar seperti sayuran lewat Instagram dan pesanan lewat WhatsApp.
Baca juga: Kisah Asep, Alumnus UNJ Tembus Kuliah S2-S3 di Inggris dengan Beasiswa LPDP |
Janu bisa mendapat 15 sampai 20 orderan setiap harinya, mulai dari wilayah Klaten hingga Magelang. Perjalanannya saat itu lumayan berat, Janu harus bisa membagi waktu. Malam hari Janu menyiapkan pesanan sayur. Setelah subuh, dia mengantar setiap pesanan dan sebelum setengah tujuh pagi ia harus sudah berada di sekolah untuk mengajar yang lokasinya berada di kaki gunung Merapi.
Setahun berlalu, Janu merasa harus lebih berfokus pada pekerjaannya. Dengan segala pertimbangan, berat hati Janu meninggalkan profesi guru. Pada 2021, setelah anak keduanya lahir, Janu memutuskan berhenti menjadi guru.
Janu memilih berfokus membesarkan usaha berjualan sayurnya yang diberi nama “Sayur Sleman”. “Sekarang saya bisa (bekerja) di rumah. Lebih nyaman ya ternyata. Saya bisa lebih banyak interaksi dengan keluarga dan masyarakat,” ucap pemuda 31 tahun itu.
Pada awal merintis Sayur Sleman, Janu merasa kesulitan mengembangkannya. Pendapatannya hanya cukup untuk membayar kurir dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di tengah kesulitan itu, Janu mendapat pencerahan.
Janu mengikuti kompetisi dari UNDP (United Nations Development Program) Indonesia. Ide inovasi Sayur Sleman memenangkan kompetisi tersebut. Janu mendapat dana dan fasilitas yang cukup untuk bisa mengembangkan usahanya.
Semakin banyak dia berinteraksi dengan masyarakat, Janu sadar dia ingin membantu lebih banyak. “Jadi menurut saya ada value yang harus saya kembalikan kembali ataupun giving back-kan ke masyarakat yang sudah mendukung saya selama ini gitu. Karena di mana pun saya melangkah ya pasti akan kembali lagi ke tempat di mana saya dilahirkan gitu,” ujar dia.
Awalnya, Sayur Sleman hanya platform pemasaran sayur online. Saat ini, telah berkembang dan memiliki beberapa program lain. Melalui program Sayur Sleman Berbagi, Janu membantu masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dengan menyalurkan donasi dari dermawan kepada warga kurang mampu dalam bentuk paket sayur, lauk, dan buah. Banyak dari pelanggannya kemudian berbelanja sambil bersedekah.
“Lewat program sedekah, saya setiap hari Jumat pagi sama Minggu pagi di 3 titik di Jogja. Nah ini sebagian keuntungan juga kita salurkan ke situ. Tapi rata-rata orang-orang malah ingin sedekah sayur gitu,” kata agri-socioprenuership itu.
Program yang telah berjalan sejak September 2020 itu telah menyalurkan lebih dari Rp100 juta kepada 220 penerima manfaat. Program lainnya, Sayur Sleman Academy, yaitu program pelatihan untuk menumbuhkan minat berwirausaha sosial (social entrepreneurship) bagi generasi muda usia 15-40 tahun maupun masyarakat umum.
Salah satu tujuannya, memberikan solusi atas permasalahan sosial dengan membuka usaha yang menghasilkan nilai sosial (kebermanfaatan) untuk masyarakat miskin. Programnya bermacam mulai dari pemasaran digital, pelatihan kewirausahaan, agribisnis, manajemen organisasi, hingga pembuatan kompos dan pestisida nabati.
“Ternyata kalau dari dulu saya bisnis modelnya hanya di bagian hilir ataupun ujung pasar, ternyata enggak cukup. Ternyata masalahnya justru di hulu juga. Hulunya adalah sulitnya mencari petani ataupun anak muda yang mau bertani. Di situlah kita ingin mengedukasi lebih banyak generasi muda untuk mau terjun di pertanian gitu,” ujar Founder Sayur Sleman itu.
Baca juga: Kisah Imam Santoso, Anak Petani Kejar Pendidikan Hingga Raih Doktor di Finlandia |
Janu memang tidak bisa memenuhi keinginan orang tuanya untuk menjadi PNS. Namun, saat ini orang tuanya menjadi orang paling bahagia dengan pekerjaan Janu karena ada yang meneruskan profesi sebagai penjualn sayur.
“Saya juga enggak malu karena yang kami lakukan juga halal, enggak nyuri juga gitu maksudnya. Kadang kalau alumni LPDP mungkin masih pada gengsi, ya gimana bisa maju negeri kita gitu. Karena dari akar rumput itu harus dibangun secara kuat kalau mau ada perubahan besar,” ujar dia.
Dalam berusaha, Janu selalu mengingat pesan orang tuanya, ”Tolong jujur di mana pun dan kapan pun, di profesi apa pun. Ya dari situ beliau sebenarnya selalu berdoa apa pun yang menjadi keputusan saya. Saya harus tanggung jawab terhadap keputusan saya, Bapak Ibu hanya bisa mendoakan. Kalau beliau rida saya tenang ya sebagai anak,” ucap Janu.
Selain disibukkan dengan pekerjaannya di Sayur Sleman, Janu juga memiliki banyak kegiatan lain, seperti di komunitas petani milenial yang mengantarkannya menjadi salah satu Duta Muda Pertanian dari Kementerian Pertanian. Ia memiliki tugas meresonansi serta meningkatkan keterlibatan anak muda dalam dunia pertanian.
Janu pernah mengikuti temu petani milenial se-ASEAN, serta telah melatih 65.000 anak muda di 28 provinsi di Indonesia bersama rekan-rekan duta pertanian lainnya. Selain itu, masih banyak kegiatan lainnya, seperti Community Manager pada RCE Regional Youth Coordinator for Asia-Pacific, kegiatan di Equity initiative yang telah mengantarnya ke berbagai negara, delegasi Indonesia di 2024 One Young World Summit, ASEAN Youth Fellow dan lainnya.
Salah satu yang paling berkesan adalah Equity Inisiative fellowship. “Karena dari filosofi ini saya bisa menginjakkan ke HBS gitu, di Harvard Business School. Iya enggak nyangka bisa ke Harvard. Siapa yang nyangka orang kampung bisa di Harvard. Saya waktu di outlet juga sempat nangis sih. Kok bisa sampai di sini saya enggak expect bisa terbang sampai sini gitu. Ya itu jadi life changing experience sih menurut saya,” kenang dia.
Salah satu mimpi besar Janu adalah menjadi orang bermanfaat dan membawa keluarganya menjadi keluarga bermanfaat. “Menurut saya harus ada something yang bisa kita siapkan. Kebaikan-kebaikan yang sedang kita tabung dan itu bisa kita lakukan dalam bentuk apa pun yang memang bernilai pahala ataupun manfaat untuk orang lain gitu,” ujar dia.
Ke depan Janu ingin mencetak lebih banyak smart farmer dari pemuda Indonesia. Dia juga ingin membuka kursus Bahasa Inggris untuk petani agar teman-teman petani bisa lebih mengglobal.
“Saya enggak tahu caranya menjadi role model gimana. Tapi saya yakin apa yang bisa kita perbuat, sekecil apa pun itu asalkan bernilai kebaikan itu bisa menjadi inspirasi buat orang gitu,” tutur Janu.
Janu juga mengajak anak muda untuk bisa berbagi ilmu dan berkolaborasi dengannya terutama dalam hal wirausaha dan pertanian. “Untuk teman-teman, para pemuda generasi terdidik di Indonesia. Ayo sama-sama kita membuat sebuah perubahan dengan mengawali mencoba menjadi wirausaha seperti itu. Terutama di pertanian. Kalau hanya sekedar bertani tapi tidak memiliki skill wirausaha itu agak susah nanti untuk bisa lebih maju. Sama-sama kita ini memperjuangkan sektor pertanian dengan terlibat langsung di dalamnya,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News