Graciella Valeska Liander dari Gerakan Restorasi oleh Warga (Grow) TSA ITB. Foto: Medcom.id/Citra Larasati
Graciella Valeska Liander dari Gerakan Restorasi oleh Warga (Grow) TSA ITB. Foto: Medcom.id/Citra Larasati

Mengurangi Dampak Perubahan Iklim Lewat Ladang Singkong di Kidang Pananjung

Citra Larasati • 02 April 2023 15:14
Jakarta:  Sebuah pepatah bijak mengatakan, banyak hal besar yang sebenarnya dimulai dari langkah-langkah kecil.  Hal inilah yang dilakukan Graciella Valeska Liander bersama tim dalam membantu dunia menekan dampak perubahan iklim melalui hal-hal kecil yang dimulainya dari sebuah ladang singkong di satu desa, di Bandung, Jawa Barat.
 
Sore itu, Graciella dari Gerakan Restorasi oleh Warga (Grow) TSA Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi pembicara mengenai perubahan iklim di Forum SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me.  Ia bersama timnya membangun sebuah proyek bersama,  salah satunya adalah pembuatan pupus kompos dari kotoran kambing. 
 
Graciella mengatakan, meski proyek yang ia dan tim garap bertema lingkungan, namun diakuinya tim bentukannya justru tak satu pun yang berasal dari prodi lingkungan.  Ia sendiri adalah mahasiswa jurusan Sistem Informasi, sedangkan tiga teman lainnya berasal dari jurusan Teknik Informatika, Arsitektur, dan Teknik Dirgantara.

"Tak satu pun yang berasal dari bidang lingkungan, padahal proyek kami ini tentang climate action," kata Graciella pada SDG Powerhouse Youth March For Climate: Starts With Me, di Jakarta, Kamis, 30 Maret 2023.
 
Proyek lingkungan ini berangkat dari persoalan riil yang dihadapi masyarakat di desa Kidang Pananjung, Bandung Barat, Jawa Barat.  Kemudian pembuatan pupuk kompos dari kotoran kambing untuk kebun singkong dan pembangunan penerangan jalan umum berbasis panel surya pun menjadi solusi utama yang ditawarkan Graciella dan tim.
 
Sebelum memulai, penerima beasiswa Teladan Tanoto ini melakukan observasi dan menemukan bahwa desa tersebut memiliki produksi tanaman singkong yang potensial.  Sayangnya, warga masih bergantung dengan pupuk kimia yang lebih mudah didapat namun efeknya bermasalah bagi lingkungan.
 
Di satu sisi, warga juga memiliki banyak peternakan kambing yang menghasilkan kotoran hewan yang potensial diolah menjadi pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia. "Jadi kenapa kita enggak transformasi kotoran hewan yang menghasilkan emisi karbon yang banyak itu buat kita jadikan pupuk kompos untuk tanaman singkong," beber Grace.

PJU Berbasis Tenaga Surya

Proyek kedua adalah membangun penerangan jalan umum yang memanfaatkan tenaga surya.  Meski awalnya warga desa pesimistis, lampu jalan berbasis tenaga surya dapat terwujud.  Mengingat fasilitas dan sarana prasarana yang kurang memadai daripada di kota.
 
Hal ini pula yang membuat Graciella dan tim menyadari, mengedukasi isu renewable energy bukanlah hal yang mudah. Namun Graciella meyakinkan warga, penerangan jalan umum berbasis panel surya ini mudah pemasangannya.
 
Selain itu warga desa pun tidak perlu pusing mencari sumber listrik karena sumber energinya berasal dari sinar matahari. Dalam hal ini, TSA ITB menggandeng SRE ITB (Society of Renewable Energy) untuk memasang beberapa PJU tenaga surya, untuk meringankan permasalahan penerangan jalan dan tidak memakai listrik.
 
Menurut Graciella, mengganti pupuk kimia dengan kompos dan menggunakan penerangan jalan umum berbasis tenaga surya ini merupakan bagian dari dukungan terhadap tujuan SDGs nomor dua yaitu Zero Hunger.  Selain itu juga menyasar tujuan SDGs nomor 8 yang terkait ekonomi, dan juga SDGs ke-13 karena bisa mengurangi emisi karbon yang terjadi.
 
"Kami bisa utilisasi sumber daya yang telah dimiliki desa itu sendiri menjadi hal-hal yang menguntungkan desa tersebut tanpa menghasilkan emisi karbon baru bahkan justru mengurangi emisi karbon yang dihasilkan," katanya.

Part of Solution

Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Michael Susanto mengatakan, peran menjaga bumi dan lingkungan menjadi tugas semua pihak, terutama anak muda.  Hal inilah yang mendorong Tanoto untuk ikut bergerak membangun kesadaran dalam pembangunan berkelanjutan yang menyasar anak muda.
 
Mengurangi Dampak Perubahan Iklim Lewat Ladang Singkong di Kidang Pananjung
Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Michael Susanto. Foto: Medcom.id/Citra Larasati
 
Diakuinya, kesadaran generasi muda dalam membangun lingkungan sosialnya itu semakin tinggi. "Maka kami memberikan dan memfasilitasi praktik baik untuk mencapai tujuan-tujuan dari pembangunan berkelanjutan ini," ujar Michael.
 
Salah satunya dilakukan dengan bermitra dengan sejumlah perguruan tinggi top 10 di Indonesia melalui beasiswa seperti beasiswa.  Tanoto memberikan program beasiswa dan setelah itu para awardee membangun Tanoto Scholars Asscociaton.
 
Mereka bekerja sama untuk menganalisi persoalan sosial ekonomi yang terjadi di sekitarnya. "Misalnya salah satu solusinya seperti Grace tadi," imbuhnya.
 
Menurut Michael, setiap tahun pihaknya mendorong para penerima beasiswa untuk mengidentifikasi isu sosial ekonomi yang ada di sekitar mereka dan ikut memikirkan solusinya,
 
"Tentu tetap kami asistensi, dan mereka bergerak secara independen. Sebab para penerima beasiswa kami tidak hanya mendapat beasiswa, namun juga mengembangkan program kepemimpinan, sehingga mereka bisa menjadi part of solution bagi lingkungannya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Baca juga:  Siap-Siap, Beasiswa Indonesia Bangkit 2023 Dibuka Pertengahan April

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan