Sebelumnya, Aditya tak pernah berpikir untuk melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang doktor. Namun kemudian, ia berpikir bahwa menuntut ilmu adalah perihal keberanian dalam menginjakkan langkah pertama.
Ia yang sejak lulus dari jenjang sarjana telah berkecimpung di dunia konstruksi ini memilih untuk fokus pada pekerjaan di lapangan dan menjalankan berbagai proyek. Mulai dari jembatan, bendungan, hingga perumahan di pelosok Bali dan Nusa Tenggara.
Namun takdir berkata lain. Usai menamatkan pendidikan magisternya di Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi (SIMT) ITS 2009 silam, ia didaulat menjadi salah satu pengajar di SIMT ITS. Meski di usia yang tak lagi muda, tuntutan menjadi pendidik menggerakkan hatinya untuk kembali mengenyam pendidikan.
“Hal ini pun tak lepas dari peran Prof. Yulinah, salah satu guru besar yang kerap mendorong saya,” tutur sosok kelahiran Rembang 1959 ini dilansir dari laman ITS, Kamis, 29 September 2022.
Bagi Adit, kondisi fisik yang tak sebugar dulu tak menjadi halangan baginya untuk menjalani pendidikan doktoral. Adit justru menjadikan ini sebagai tantangan yang luar biasa, meski di tengah perjalanannya ia pernah hampir menyerah.
Menurutnya, terkadang cukup sulit untuk dapat membagi waktu antara kuliah dan pekerjaan yang tak sedikit. “Namun kebersamaan dengan mahasiswa doktoral lainnya membuat tugas yang dikerjakan terasa lebih ringan, kami juga sering belajar bersama,” ujarnya.
Tak hanya soal waktu, bapak dua anak ini juga pernah terkendala dengan tuntutan untuk menghasilkan publikasi ilmiah internasional yang kelak dijadikan disertasi. “Publikasi ini sangat menantang bagi saya. “Diperlukan ketekunan, kecermatan, dan kemampuan untuk menulis bahasa Inggris yang benar,” ungkapnya.
Namun dukungan sang istri serta para pembimbing, Alm Prof Dr Ir Nadjadji Anwar MSc, Ir I Putu Artama Wiguna MT PhD, serta Prof Erma Suryani ST MT PhD membuat Adit terus berjuang meski telah mengalami empat kali penolakan publikasi. Mengangkat topik disertasi tentang konstruksi berkelanjutan, pada awal tahun 2022 akhirnya ia pun berhasil menerbitkan dua publikasi internasional sekaligus.
Dalam penelitiannya, Adit mengungkapkan keprihatinan terhadap masih jauhnya prospek pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Ia pun mengembangkan dynamic model, sebuah sistem di mana setiap variabelnya saling mempengaruhi.
“Dalam kasus penelitian saya, diukur peningkatan konstruksi keberlanjutan dari pengurangan dampak lingkungan yang telah dilakukan,” terangnya.
Penyuka traveling ini pun berharap, ke depannya penelitian tersebut dapat secara perlahan dimanfaatkan para pengembang properti untuk mulai menggunakan material-material yang ramah lingkungan. Hal tersebut dapat diterapkan dengan memakai kembali material buangan serta desain bangunan yang lebih hemat energi.
“Tentunya dibutuhkan pula kesadaran kolektif semua pihak agar kehidupan generasi selanjutnya dapat lebih baik,” kata Adit.
Merasakan berbagai keterbatasan dalam menjalankan pembangunan di daerah pelosok hingga berhasil menyelesaikan studi doktoral di usia yang tak lagi muda, membuat Adit berpesan kepada generasi muda untuk menjalani setiap proses pendidikan dengan penuh rasa syukur. “Seperti naik gunung, mencapai puncak itu hanya bonus. Yang terpenting adalah nikmati proses dan jalani dengan keikhlasan,” pungkasnya.
Baca juga: Jumlah Mahasiswa Asing di ITS Melonjak, Tertinggi di Indonesia Lho! |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News