Mahasiswa asal Indonesia, Isti Hidayati, mendapat penghargaan disertasi terbaik 2020 dari Universitas Groningen Belanda. Istimewa
Mahasiswa asal Indonesia, Isti Hidayati, mendapat penghargaan disertasi terbaik 2020 dari Universitas Groningen Belanda. Istimewa

Kisah Isti, Peraih Gelar Disertasi Terbaik dari Universitas Groningen Belanda

Arga sumantri • 08 Juli 2021 08:01
Jakarta: Mahasiswa asal Indonesia, Isti Hidayati, mendapat penghargaan disertasi terbaik 2020 dari Universitas Groningen Belanda. Disertasi Isti yang mendapat penghargaan berjudul ‘Understanding mobility inequality: A socio-spatial approach to analyse transport and land use in Southeast Asian metropolitan cities’, dan membuatnya mendapatkan hadiah 7.500 Euro (setara Rp128 Juta).
 
Isti bercerita, sejak kuliah S1 di Universitas Gadjah Mada (UGM), dirinya sudah tertarik pada isu transportasi dan kesetaraan. Begitu juga saat melanjutkan S2 di Universitas Stuttgart, Jerman. Isti mengaku prihatin melihat kondisi transportasi di Indonesia yang semakin bergantung pada kendaraan pribadi, khususnya di Yogyakarta.
 
"Saya bandingkan ketika saya masih sekolah, saya banyak menggunakan transportasi umum. Saat ini, banyak siswa yang memilih diantar menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan ojek online, fasilitas antar-jemput, atau membawa kendaraan sendiri," cerita Isti mengutip siaran pers Nuffic Nesso, Kamis, 8 Juli 2021.

Menurut dia, pengalaman naik angkutan umum itu menarik, bisa bertemu banyak orang dan melihat aktivitas orang lain. Banyak pula cerita-cerita menarik dari orang-orang yang ditemui. 
 
"Kalau lagi suntuk, ketemu simbah-simbah yang selesai jualan di angkot dan cerita bagaimana hasil jualan hari ini, itu bisa bikin saya senang," ujarnya.
 
Baca: Perjuangan Pedagang Keliling di Lebak Luluskan Anak Jadi Sarjana
 
Ia juga mengaku pernah mengalami tindakan rasis ketika travelling ke luar negeri, karena dirinya memakai kerudung. Ia membayangkan ada banyak orang yang juga mengalami tindakan rasis dan pengalaman tersebut dapat menghalangi mereka bepergian. 
 
"Di sini saya tertarik untuk lebih mendalami tentang pengalaman ketika melakukan perjalanan dan bahwa masing-masing individu tentunya punya pengalaman yang berbeda-beda," ungkapnya.
 
Pada Desember 2020, Isti menyelesaikan sidang disertasi dengan predikat cum laude. Ia menulis disertasinya di bawah bimbingan promotor Prof. Claudia Yamu dan Prof. Ronald Holzacker serta supervisor Dr. Wendy Tan.
 
 

Isti berhasil mendapatkan gelar PhD dengan masa studi yang relatif cepat (1 Februari 2017 - 10 Desember 2020). Menurut Isti, hal ini bisa terjadi karena supervisor dan promotor bisa bekerja secara paralel. 
 
"Jadi, semisal saya bekerja dengan Wendy di paper A, pada saat yang sama saya juga menulis paper B dengan Claudia, sehingga kami bisa publish paper secara efisien, tidak menunggu paper A selesai baru lanjut ke paper B," jelasnya.
 
Dalam disertasinya, Isti menawarkan wawasan spasial sosial tentang ketimpangan mobilitas melalui studi kasus empiris di Jakarta dan Kuala Lumpur, sebagai contoh tipikal kota-kota besar di Asia Tenggara. Kesimpulan yang ditarik adalah perbedaan kemampuan dalam melakukan mobilitas (mobility inequality) memberi pengaruh negatif bagi masyarakat marginal, umumnya perempuan, masyarakat berpenghasilan rendah, mereka dengan disabilitas.
 
Perbedaan kemampuan tersebut, kata dia, dipengaruhi oleh ruang terbangun. Misalnya, konfigurasi jalan, fungsi dan bentuk bangunan, dan praktik sosial, contohnya ketergantungan pada kendaraan pribadi.
 
Baca: Maimunah, Anak Buruh Tani dari Langkat Masuk UGM Tanpa Tes
 
Selama melakukan penelitian ini, penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) itu mengaku bertemu banyak orang yang membantu dan memiliki interest yang sama. Ia bisa belajar hal baru, misalnya menjadi tahu gang-gang kecil di Jakarta dan Kuala Lumpur, tempat jajanan enak, dan dapat pengalaman travelling. 
 
"Dukanya tentu saja stres ketika mengumpulkan data, misalnya data lupa tidak di-save, seharian tidak dapat responden, sudah jalan seharian tapi ternyata tidak terekam, dan pressure ketika menulis, misanya seharian stuck, dapat kritikan pedas dari reviewer yang kadang bikin down," ungkapnya.
 
Isti mengatakan, dukungan supervisor, teman-teman Universitas Groningen, dan perkumpulan pelajar Indonesia, serta keprofesionalitasan LPDP yang tidak pernah telat memberi uang beasiswa, ikut membantunya mengurangi stress. Sampai akhirnya, Isti bisa mencapai prestasi ini.  
 
Direktur Nuffic Neso Indonesia, Peter van Tuijl pun mengucapkan selamat atas prestasi yang diraih oleh Isti Hidayati. Peter berharap prestasi anak bangsa ini bisa menambah motivasi para pelajar Indonesia lainnya dalam bersaing di kancah internasional.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan