Dalam wisuda kali ini, rerata usia lulusan Program Magister di periode ini adalah 29 tahun 6 bulan 15 hari. Frista berasal dari Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Anak pertama dari 4 bersaudara ini sudah diajarkan membaca dan berhitung sejak kecil, dan masuk ke sekolah dasar di usia 4 tahun. Frista menjalani pendidikan sejak SD, SMP hingga SMA secara normal, tanpa masuk kelas akselerasi.
Karena masuk SD di usia dini, Frista lulus SMA dan mendaftar kuliah di usia 16 tahun. “Saya masuk SD di usia 4 tahun. Di bagku SMP dan SMA tidak ikut akselerasi,” katanya
Setelah lulus dari sarjana Biologi, ia memiliki dorongan kuat untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat magister. Ketertarikan Frista pada Bioteknologi, khususnya dalam riset penyakit kanker, membawanya untuk memilih Universitas Gadjah Mada sebagai tempat melanjutkan studi pascasarjana.
“UGM memiliki pusat riset kanker yang aktif mengeksplorasi bahan-bahan alam Indonesia sebagai agen kemoprevensi kanker. Saya kira tumbuhan herbal Indonesia adalah potensi luar biasa yang bisa kita bawa untuk dikenal di mata internasional,” tambah Frista dikutip dari laman UGM, Jumat, 26 Juli 2024.
Perjalanan akademisnya saat menempuh S2 di bidang Bioteknologi SPs UGM tak selalu mulus. Ia bahkan mengaku sempat butuh penyesuaian pada penguasaan pada penggunaan alat laboratorium.
“Saya butuh waktu lama dan melewati banyak kegagalan untuk menghasilkan data yang benar dan layak,” kata Frista pemilik IPK 3,87 ini.
Setelah beberapa kali mencoba, ia berhasil saat pengalamannya pertama kali melihat wujud bentuk dari sel kanker yang menjadi momen penting dalam studinya. “Saya bersyukur tergabung dalam grup riset kanker yang yang saling mendukung dalam kegiatan riset,” tambahnya.
Selama masa studi S2, Frista terlibat dalam beberapa proyek penelitian terkait pengembangan potensi bahan alam sebagai agen antikanker. Diantaranya menakar potensi efek antikanker ekstrak daun kirinyuh sebagai agen sitotoksik Kombinasi Doxorubicin pada Sel Kanker Payudara Luminal A.
Frista mengaku dukungan dari orang tua dan dosen pembimbing menjadi faktor penting dalam kesuksesan studinya. Selama kuliah, para dosen selalu memberi arahan dan memantau perkembangan riset disertasinya. “Beliau-beliau selalu memberi arahan bagaimana membuat pekerjaan lebih efektif dan sabar ketika saya membuat banyak kesalahan,” tambahnya.
Setelah menyelesaikan studi pascasarjana, Frista berencana kembali ke Provinsi Bangka Belitung untuk mengabdi sebagai dosen. Sambil mengajar, ujarnya, ia ingin mengeksplorasi sebanyak-banyaknya bidang penelitian di bidang biologi.
Ia selalu memegang prinsip agar tetap bersikap rendah hati dalam belajar. “Jangan pernah malu belajar dari siapapun. Merendahlah bagai cangkir yang diletakkan di bawah agar air dari teko di atasnya bisa masuk,” nasihatnya.
Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, Frista Chairunnisa menunjukkan bahwa perjalanan akademik yang penuh tantangan bisa dilalui dengan tekad yang kuat dan dukungan dari orang-orang terdekat.
Baca juga: Dosen UNS Awardee S3 Fisipol UGM Lulus Cum Laude |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News