ACL dikenal sebagai konferensi paling prestisius di bidang NLP, menempati peringkat pertama dalam kompetisi publikasi ilmiah di subbidang ini, mengungguli EMNLP dan NAACL. Persaingan di ACL terbilang sangat ketat.
Hanya sekitar 20 persen dari seluruh naskah yang dikirimkan lolos ke Main Conference. Peserta konferensi didominasi oleh peneliti senior dari industri teknologi global seperti Google, Amazon, Microsoft, dan Apple, serta akademisi dari universitas ternama seperti MIT, Stanford, Oxford, dan Tsinghua.
Rifqi yang merupakan mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), Institut Teknologi Bandung (ITB) mengaku tak menyangka dapat menembus level tersebut. Apalagi, dia sebagai first author.
“Riset itu dunia yang menyenangkan dan penuh peluang, baik di akademik maupun industri. Semoga ini bisa menginspirasi mahasiswa lain agar berani mencoba,” ujar Rifqi dikutip dari laman itb.ac.id, Kamis, 28 Agustus 2025.
Paper Rifqi berjudul 'Do Language Models Understand Honorific Systems in Javanese?'. Penelitian ini mengangkat fenomena sistem honorific dalam bahasa Jawa yang dikenal sebagai 'Unggah-Ungguh Basa', warisan budaya yang dia pelajari sejak kecil di desa asalnya di Kabupaten Magelang.
Baca juga: Peraih Nobel dan Presiden AAS Beri Kuliah Umum di ITB-Unpad, Bahas Apa? |
Penelitian tersebut menghasilkan korpus 'Unggah-Ungguh' yang digunakan untuk menguji kemampuan Large Language Models seperti ChatGPT dan Gemini dalam memahami dan menghasilkan bahasa Jawa dengan tingkatan honorific yang tepat. Hasilnya menunjukkan performa model masih jauh dari sempurna dan cenderung bias pada satu tingkatan honorific.
Rifqi juga menjadi major contributor author pada paper kedua berjudul 'Crowdsource, Crawl, or Generate? Creating SEA-VL, a Multicultural Vision-Language Dataset for Southeast Asia', hasil kolaborasi peneliti NLP se-Asia Tenggara. Menariknya, kedua paper tersebut diterima di Main Conference ACL 2025 saat ia masih berstatus mahasiswa S1.
Kolaborasi riset ini terjalin melalui program Garuda Academic of Excellence (Garuda ACE) yang mempertemukannya dengan Prof. Derry Tanti Wijaya dari Boston University, peneliti dari Monash University Indonesia, Capital One Amerika Serikat, dan MBZUAI. Rifqi berperan besar dalam keseluruhan proses penelitian, mulai dari pengolahan data, perancangan eksperimen, hingga penulisan naskah, yang membuatnya didapuk sebagai first author.
Proses seleksi di ACL berlangsung melalui sistem anonymous peer review yang ketat, diikuti tahap rebuttal untuk mempertahankan argumen, hingga penilaian akhir oleh area chair. Rifqi mengungkap tantangan terbesarnya adalah keterbatasan sumber daya komputasi untuk eksperimen, yang akhirnya teratasi berkat research grant dari Boston University.
Ia juga mendapatkan Diversity and Inclusion Travel Grant dari Apple untuk membiayai perjalanan ke Austria, serta dukungan akomodasi dari Monash University. Dia bertekad melanjutkan studi S3 di universitas top dunia dan berkontribusi membina generasi muda Indonesia, khususnya yang memiliki keterbatasan ekonomi agar dapat berkembang di dunia teknologi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id