Mahasiswa UNY Devita Amalia Anggraini. DOK UNY
Mahasiswa UNY Devita Amalia Anggraini. DOK UNY

Perjalanan Devita, Gadis Difabel Lulus dengan IPK 3,5 dari UNY

Renatha Swasty • 02 Maret 2022 10:24
Jakarta: Menjadi tunadaksa tidak menghalangi Devita Amalia Anggraini mengikuti pendidikan sejak SD hingga kuliah di pendidikan umum. Bahkan, mahasiswa program studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta (UNY) itu lulus kuliah dengan nilai membanggakan.
 
Perempuan kelahiran Yogyakarta, 24 Desember 1997 itu mengalami tunadaksa karena kecelakaan pada usia tumbuh kembang. Hal itu menyebabkan Devita kesulitan berjalan normal.
 
“Pada awal usia sekolah dasar saya masih dapat berjalan tanpa alat bantu namun seiring pertambahan usia terdapat perbedaan panjang antara kaki kanan dan kiri,” kata Devita dikutip dari laman uny.ac.id, Rabu, 2 Maret 2022.

Devita mesti menggunakan alat bantu kruk untuk menunjang mobilitas. Kondisi disabilitas kaki Devita hanya pada kaki kanan, sehingga kaki kiri masih dapat berjalan normal.
 
Devita menyebut agak kesulitan saat awal menggunakan kruk. Namun, seiring waktu dia terbiasa.
 
“Saya dapat mobilitas secara mandiri dengan adanya motor yang dimodifikasi sehingga dapat menunjang aktivitas saya” kata dia.
 
Warga Terban Gondokusuman Yogyakarta itu menempuh semua jenjang pendidikan dari SD hingga SMK di pendidikan umum. Dengan mempertimbangkan jarak tempuh rumah-sekolah dapat ditempuh mandiri apabila tidak ada yang dapat mengantar jemput.
 
Dia mengaku tidak pernah mendapat perundungan selama sekolah umum. “Permasalahan mungkin hanya disebabkan usia anak-anak yang suka menjahili saya atau mungkin pada masa tersebut disabilitas masih belum tersebarluaskan sehingga teman-teman saya pada waktu itu masih menilai kondisi disabilitas adalah sesuatu yang unik, aneh, tidak biasa, dan lainnya,” kata Devita.
 
Guru sekolah Devita juga tidak membedakannya. Kecuali untuk pelajaran yang memerlukan gerak, seperti tari dan olahraga.
 
Devita biasanya hanya menunggu di pinggir lapangan atau menjadi penonton. Biasanya, penilaian Devita melalui pembuatan kliping atau laporan.
 
“Namun, karena pembelajaran tersebut kadang hanya sekali seminggu dan terkadang terdapat guru yang tetap melibatkan saya dalam aktivitas gerak, sehingga saya tidak terlalu merasa terasingkan meski tidak mengikuti pembelajaran fisik” tutur dia.
 
Alumni SMKN 7 Yogyakarta itu diterima di UNY melalui jalur seleksi mandiri ujian tulis satu tahun setelah lulus SMK atau gap year. Anak pertama pasangan buruh catering, Wartadi, dan ibu rumah tangga, Wiwik, itu diterima di prodi Pendidikan Luar Biasa FIP UNY.
 
Wiwik mengaku sangat mendukung keinginan anak pertamanya kuliah. Dia dan suami bakal mengusahakan uang kuliah. Beruntung, Devita mendapat bantuan pendidikan dari suatu lembaga di kawasan tempat tinggalnya.
 
“Yang membuat saya amat bersyukur dan semakin percaya bahwa jalan keluar selalu ada selama kita yakin pada tindakan yang diambil. Lembaga tersebut selain memberikan saya bantuan finansial juga selalu memberikan bantuan psikologis seperti memberi semangat dan mendengarkan keluh kesah yang saya alami selama perkuliahan” kata Devita.
 
Bantuan pendidikan tersebut berhenti saat Devita berusia 22 tahun. Lagi-lagi, Devita beruntung karena memperoleh bantuan pada akhir semester tujuh.
 
Dia mendapat beasiswa Afirmasi Pendidikan Difabel untuk menyelesaikan program studi. Beasiswa tersebut diperoleh selama 3 semester. Devita tidak perlu memikirkan biaya untuk melunasi tagihan UKT yang termasuk golongan 4 atau sejumlah Rp3.145.000.
 
Selama masa perkuliahan Devita tidak menemui banyak kendala. Meski, terkadang perasaan minder kerap muncul.
 
“Perasaan minder yang muncul terkadang adalah karena saya difabel namun saya tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman mengenai difabel yang lain yang membuat saya merasa tidak mengetahui apapun tentang kondisi yang saya alami” tutur dia.
 
Namun, berkat kuliah di Pendidikan Luar Biasa dia mengetahui dan memahami banyak hak-hak yang seharusnya diperoleh siswa. Dia menuturkan kondisi disabilitas hanya cangkang yang didalamnya normal dan perlu memperoleh hak-hak sama yang hanya perlu penyesuaian tertentu untuk dapat menjadi sama dengan orang lain.
 
Selama magang atau mengajar Devita juga bisa menjadi motivasi bagi orang lain. Devita juga disayangi banyak orang.
 
“Saya memiliki teman-teman yang dengan tulus berteman dengan saya tanpa memandang kondisi yang saya miliki, sehingga meskipun saya disabilitas dan bersekolah di sekolah umum saya dapat memperoleh pendidikan dan dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang lain tanpa masalah” kata dia.
 
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Devita masih mampu meraih indeks prestasi luar biasa dalam kelulusannya yaitu 3,5. Devita berharap ke depan dapat segera memperoleh pekerjaan yang sesuai, seperti masuk Dapodik, mengikuti PPG dalam jabatan, atau masuk PPPK.
 
Baca: Kisah Althaf, Mahasiswa Disabilitas Raih Gelar Master di UI
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan