Lokasi, hingga medan menuju rumah siswa yang jauh dan menyulitkan tak menyurutkan semangat Ridwan menyambangi para murid. Idan, sapaannya, juga kerap tersesat saat mengunjungi siswanya di rumah.
"Susah ya karena cari alamatnya, anaknya di mana rumahnya. Sama akses yang rumah anaknya yang di gunung, itu makin susah karena ditempuh dengan motor. Kalau nyasar itu udah sering kalau mau kunjung," cerita Idan kepada Medcom.id, beberapa waktu lalu.
Model guru kunjung ini diterapkkan secara penuh di sekolah tersebut. Meski sulit, para guru di SMP 3 Pandeglang akhirnya menjadikan kunjungan sebagai alternatif utama saat siswa tak bisa belajar daring lantaran kesulitan akses internet dan tidak memiliki gawai.
Kebijakan metode guru kunjung disepakati melalui rapat komite sekolah. Siswa yang dikunjungi didata berdasarkan kemampuan dalam mengakses PJJ daring. Semua yang dilakukan didasari rasa ikhlas. Meskipun, kadang saat mengunjungi siswa, anak yang bersangkutan tidak berada di rumah.
"Kalau tidak kita datang, sulit untuk kita menilai sosial mereka seperti apa, karakter mereka seperti apa. Guru kan tidak hanya mengajar tapi juga mendidik, itu yang menjadi tantangan," terang Idan.
Idan bercerita, setiap guru mata pelajaran menyetor nama anaknya yang sulit membawa tugas atau bermasalah tidak mengirim tugas sama sekali. Kunjungan dilakukan setiap pekan secara beragntian. Guru juga saling konsultasi, memecahkan masalah siswa.
"Nah saat guru berkunjung, guru yang mengunjungi itu sekalian membawa tugas dari guru lain," ungkap idan.
Bagi siswa yang memiliki akses PJJ, Idan yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan itu menyediakan pembelajaran melalui Youtube. Materi ajar dari buku dikonversi dalam bentuk video untuk kemudian diunggah di Youtube.
"Ada juga dengan aplikasi belajar lainnya yang digunakan, misal Quizizz. Jadi harus sekreatif mungkin, kita sediakan fasilitasnya. Kita tahu kan anaknya juga bosan terima pelajaran di rumah terus, jadi sekreatif mungkin," sambungnya.
Metode Belajar yang Terus Berubah
Idan menjelaskan, jika metode pembelajaran di tengah pandemi harus terus dikembangkan. Dirinya selalu siap beradaptasi dengan berbagai metode pembelajaran."Untuk saat ini semua tergantung Dinas Pendidikan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) jika PJJ maka harus diadaptasi, begitu pula saat harus ada yang luring, kita bikin PJJ kolaboratif," terangnya.
Bahkan saat ini, SMP 3 Pandeglang perlahan mulai membuka sekolah saat dinas pendidikan (Disdik) memberi kesempatan belajar tatap muka. Beberapa metode dicoba oleh Idan dan rekan gurunya.
Baca: Kisah Peliknya Guru di NTT Mengajar di Masa Pandemi
Idan, yang mengajar di kelas 7 dan 8 SMP membagi setiap kelasnya dalam dua kelompok. Setiap kelompok telah mendapat jadwal untuk hadir langsung ke sekolah.
"Metode kolaboratif dan membuka kelas tatap muka sudah kita mulai dari dari Oktober (2020)," terangnya.
Toleransi Pengumpulan Tugas
Pembelajaran di sekolah tak mungkin dilepaskan dari tugas. Terlebih jadwal guru kunjung dan pertemuan tatap muka masih terbatas. Untuk itu tugas dijadikan alat pendalaman materi pembelajaran bagi Idan. Namun agar tugas tak menumpuk, pihaknya memberikan toleransi pengerjaan tugas bagi siswanya.Dia berharap, toleransi ini meringankan beban siswa. Siswa tak perlu merasa dikejar-kejar tugas setiap hari, dan akhirnya siswa bisa menyelesaikan tugasnya satu per satu.
"Ada yang tugas soal misalnya, dia datang minta tugas itu dan seminggu kemudian baru kumpulkan tugas itu. Yang kita kunjungi, saat kunjungan berikutnya biasanya minggu depannya baru kita ambil lagi," jelas Idan.
Dari berbagai kerumitan PJJ, dia berharap kondisi pandemi cepat berlalu. PJJ daring pun harapannya dapat berakhir dan pembelajaran tatap muka seperti sedia kala dapat dilanjutkan.
"Kalau di Provinsi Banten itu gubernunya sudah beri sinyal Desember itu tatap muka, tapi terus, vaksinasi juga diberikan ke guru dan tenaga kesehatan. Kalau tetap tidak tatap muka saya sendiri kasian dengan anak-anak, yang kalau di rumah sulit dapat pendidikan," sambung Idan.
Bagi Idan, pandemi memang bak buah simalakama. Pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang sama pentingnya. Dia tidak ingin karena memaksakan tatap muka, malah membuat klaster covid-19 di sekolah. Namun, dia juga tidak ingin pembelajaran dengan daring ini berlangsung lebih lama lagi.
"Karena kalau bicara materi, ya materi belajar ada di mana-mana. Tapi pendidikan hanya bisa didapatkan dari sekolah. Jadi untuk tatap muka, harus dipastikan benar-benar aman. Kalau tatap muka dilakukan pun kami siap beradaptasi dengan simulasi lebih dahulu. Pemerintah harus tahu mau bagaimana, harus memberikan solusinya juga," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News