Jakarta: Kampanye akbar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, dinilai kental politik identitas. Massa dominan dari satu unsur dan golongan tertentu saja.
"Gaya kampanye yang menyeret politik identitas. Seharusnya tidak hanya didominasi kalangan umat Islam tapi harus ada kelompok-kelompok lain," kata pengamat politik Ujang Komarudin kepada
Medcom.id, Minggu, 7 April 2019.
Menurut dia, Indonesia mengedepankan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Namun, massa berpakaian putih yang hadir di kampanye itu terkesan hanya mewakili satu golongan.
"Yang pasti bangsa ini milik kita semua, milik rakyat Indonesia. Bukan dan tidak memunculkan politik identitas," ucap Ujang.
Dia menilai, kampanye akbar pasangan calon nomor urut 02 itu juga mengikuti gaya kampanye 212. Hal tersebut terlihat dari hadirnya tokoh-tokoh yang pernah memimpin reuni 212.
"Kampanye ini untuk show up agar masyarakat percaya pendukung Prabowo-Sandi banyak. Entah massa 212 atau bukan, yang jelas gaya kampanye mengikuti kampanye 212," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik konsep acara kampanye akbar pasangan Prabowo-Sandiaga di GBK. SBY menilai konsep acara seolah hanya mewakili kelompok tertentu.
Kritik SBY itu dituangkan dalam surat yang ditujukan kepada tiga pengurus Partai Demokrat: Wakil Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, Wakil Ketua Umum Syarief Hasan dan Sekretaris Jenderal Hinca Pandjaitan. SBY meminta ketiga bawahannya itu menyampaikan kritiknya ke Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
"Menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif. Melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat, saya meminta konfirmasi apakah berita yang saya dengar itu benar," kata SBY dalam suratnya.
Baca: Prabowo Dibisiki Rizal Ramli Bisa Turunkan Harga Listrik
Presiden ke-6 itu meminta konsep kampanye nasional mencerminkan kebinekaan yang inklusif. Dia tak ingin ada kesan eksklusif untuk menggaungkan kelompok tertentu dengan basis kelompok agama tertentu.
"Cegah demonstrasi apalagi show of force identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuansa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrem," ucap dia.
SBY menilai pemilihan presiden yang segera dilakukan adalah untuk memilih pemimpin bangsa, dan rakyat. Sedari awal, konsep kampanye nasional seharusnya berkonsep merangkul semua pihak.
Dia menekankan Pemimpin yang merangkul semua kalangan adalah modal pemerintahan yang kuat. Sebaliknya, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal 'kawan dan lawan' untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((OGI))