Jakarta: Usulan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (
Bawaslu) Rahmat Bagja yang meminta penundaan
Pilkada 2024 untuk dibahas, dinilai tidak pas. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mempertanyakan dasar yang disampaikan Bagja.
Khoirunnisa mengungkap saat ini banyak daerah yang dipimpin oleh penjabat, karena pilkada tidak digelar pada 2022 dan 2023. Sehingga, pucuk pimpinan daerah diisi oleh penjabat dengan masa jabatan yang panjang.
"Ada yang hampir dua tahun. Kalau pilkada ditunda, maka semakin lama juga daerah dipimpin oleh penjabat," kata dia kepada
Media Indonesia, Jumat, 14 Juli 2023.
Dia mengingatkan bahwa agenda Pilkada 2024 secara serentak telah digariskan melalui Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Artinya, lanjut Khoirunnisa, Pilkada 2024 sudah direncanakan sejak tujuh tahun lalu.
Menurut dia, harusnya masalah keamanan dan potensi ancaman yang meliputi gelaran pilkada sudah dapat dipersiapkan dan diprediksi. Karena Pilkada 2024 sudah direncanakan secara matang.
"Apalagi Bawaslu pun bikin indeks kerawanan pemilu, jadi harusnya sudah punya pemetaan soal keamanan," ujar Khoirunnisa.
Sebelumnya, Bagja mengusulkan pembahasan opsi penundaan Pilkada 2024. Ada dua alasan Bagja meminta hal tersebut.
Pertama, Pilkada 2024 beririsan dengan proses pelantikan presiden/wakil presiden sebagai konsekuensi dari Pemilu 2024 pada Februari. Kedua, masalah keamanan. Seluruh provinsi, kecuali DI Yogyakarta yang gubernurnya dipilih melalui keistimewaan, dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia bakal memfokuskan diri masing-masing pada November 2024.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((LDS))