Jakarta: Kinerja Badan Pengawas Pemilu (
Bawaslu) menjadi sorotan. Sebab, Bawaslu dinilai tak bernyali mengusut dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan kinerja Bawaslu pantas dikritisi. Keseriusan salah satu lembaga penyelenggara pemilu itu dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran, baik yang dilakukan di lingkar Istana Negara maupun yang lain dipertanyakan.
"Bawaslu masih dinanti soal keberaniannya untuk menangani berbagai macam dugaan pelanggaran yang diterima dan ditemukan oleh Bawaslu. Bawaslu sudah dilekatkan dengan berbagai kewenangan yang semakin baik, penggunaan kewenangan tersebut masih terus dinanti," kata Ihsan kepada Media Indonesia, Rabu, 31 Januari 2024.
Menurut dia,
DPR harus mengevaluasi kinerja Bawaslu. Namun, Ihsan sangsi lembaga legsilatif bakal melakukan hal tersebut.
"Tapi ada harapan DPR dapat menyuarakan isu ini karena DPR menjadi bagian yang mengawasi kinerja bawaslu," ungkap dia.
Pernyataan serupa juga disampaikan Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta. Dia menyampaikan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang
Pemilu memberikan kewenangan yang besar pada Bawaslu agar mandiri dalam bekerja.
"Saat melaksanakan tugas pengawasan pemilu harusnya tak ada lembaga lain yang mengganggu termasuk DPR. Jika mau pemilu demokratis dan adil," tegasnya.
Sayangnya, Bawaslu tidak menggunakan kewenangannya secara maksimal. Hal itu bisa dilihat tidak bernyalinya Bawaslu dalam perannya menciptakan pemilu adil dan tanpa kecurangan.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untak Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menekankan Bawaslu saat ini mengalami pengikisan peran. Dia menduga ada ketidakjelasan tugas pokok dan fungsi di pimpinan Bawaslu.
"Boleh jadi yang menyebabkan kendala itu sendiri adalah manajemen internal yang tidak jelas pola tanggung jawab pada tupoksi bidang pimpinan yang ditugasi sebagai PIC. Sehingga Bawaslu perlu melakukan evaluasi agar dapat dibentuk tim pokja khusus jelang 13 hari menuju pemungutan dan penghitungan suara," kata Nulia.
Menurut dia, kecurangan pemilu yang dilakukan menteri dan presiden sudah sangat jelas melanggar pasal 281 dan 282 UU Pemilu. Dalam aturan tersebut, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kebutuhan dukung mendukung dalam kontestasi pemilu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))