Jakarta: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menilai kecil kemungkinan calon kepala daerah petahana 'memainkan' anggaran pemilu dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada 2020. Pengawasan anggaran sangat ketat.
"Kalau pemilu serentak itu semua daerah jadwalnya sama sehingga tidak boleh mengulur-ulur waktu untuk NPHD. Misalnya, tanggal sekian paling lambat harus sudah (penandatanganan) NPHD. Jadi tidak bisa lagi main-main soal waktu," kata Pramono di Gedung KPU RI, Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019.
NPHD kerap dijadikan tawar menawar antara petahana dan KPU daerah setempat untuk dibantu dimenangkan dengan imbalan mencairkan dana anggaran pemilu. Pramono menegaskan sejak Pilkada 2018, permasalahan NPHD sudah berkurang sejak bantuan pengawasan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
(Baca juga:
Komisi II Sarankan KPU Umumkan Cakada Eks Koruptor)
"Misalnya, kita dapat laporan dari teman-teman di daerah yang penandatanganan NPHD-nya lambat, maka daerah-daerah itu nanti kita sampaikan ke Kemendagri, kemudian mereka akan memberi instruksi ke Pemda setempat (untuk mencairkan NPHD). Itu pada 2018 kemarin efektif," terang Pramono.
Satu-satunya masalah soal NPHD, kata Pramono, terkait anggaran pelaksanaan pilkada di Bali. DPRD Bali memotong anggaran pilkada dari Rp229 miliar menjadi Rp155 miliar.
Sebelumnya, Pemerintah daerah Bali telah menandatangani NPHD. Namun, DPRD merevisi keputusan terkait jumlah yang telah ditentukan.
"Di 2018 itu relatif hanya Bali yang bermasalah karena dipotong besar sekali," beber Pramono.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))