Jakarta: Hakim Konstitusi Arief Hidayat menegaskan saksi dalam sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) tak wajib. Alat bukti utama dalam gugatan PHPU adalah surat dan dokumen.
"Dalam perkara PHPU yang diletakkan paling atas adalah surat atau tulisan. Keberadaan saksi itu di bawah," kata Arief di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019.
Arief menegaskan perkara PHPU berbeda dengan perkara pidana. Dalam perkara pidana, keterangan saksi yang melihat dan mendengar suatu peristiwa merupakan alat bukti utama.
Lantaran dalam gugatan PHPU alat bukti utama berupa surat dan dokumen, Arief menyebut, para pihak tak wajib menghadirkan saksi di muka persidangan. Apalagi, jumlah saksi dibatasi.
"Jadi di perkara PHPU termasuk seperti Pilkada, bukti formal lah yang paling menentukan," ujarnya.
(Baca juga:
Pemohon Diminta Tertib dalam Menyerahkan Bukti Susulan)
Arief mengingatkan persidangan PHPU bersifat
speedy trial. Artinya, persidangan dalam peraturan perundang-undangan dibatasi waktu, yakni untuk pileg selama 30 hari.
Dia meminta semua pihak menjalani sidang dengan efektif dan efisien. Sebab seluruh perkara harus diselesaikan tepat waktu.
"Setelah 30 hari, KPU menentukan, oh ini yang terpilih untuk bisa menjadi anggota badan legislatif. Badan legislatif terbentuk, Presiden nanti bersumpah di hadapan MPR, itu sekuennya," beber Arief.
MK menggelar sidang pemeriksaan PHPU pileg pada 15 sampai 30 Juli 2019. Sementara pembacaan putusan diagendakan pada 6 hingga 9 Agustus.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))