Jakarta: Badan Pengawas Pemilihan Umum (
Bawaslu) menegaskan bahwa menteri yang masih menjabat dilarang ikut dan terlibat aktif dalam
kampanye capres-cawapres yang sedang berkontestasi.
Bukan hanya sebatas larangan, namun berdasarkan Undang-undang, menteri yang ikut kampanye bahkan terancam pidana.
Hal tersebut tertuang di Pasal 547 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu, yang memuat ancaman pidana paling lama 3 tahun dan denda Rp36 juta kepada setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama kampanye.
Diwajibkan cuti jika ingin kampanye
Meski begitu, para menteri aktif tetap diperbolehkan terlibat dalam kampanye namun dengan syarat harus mengambil cuti terlebih dahulu. "Kecuali pada saat kampanye ya, yang bersangkutan (menteri tersebut) kemudian izin cuti, itu enggak bisa (ditindak)," ujar Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengutip dari Media Indonesia, Rabu, 17 Januari 2024.
Adapun unsur-unsur pelanggaran para menteri saat bertugas antara lain terlibatnya peserta pemilu, tim kampanye, atau tim pelaksana dalam kegiatan tersebut. Kemudian, ada upaya dari mereka untuk meyakinkan pemilih.
"Meyakinkan pemilih (misalnya), 'milih gue dong, jangan lupa'. Nah, itu meyakinkan. Dengan apa? Menawarkan visi-misi, program, atau citra diri," ungkap Bagja.
Dugaan menteri ikut kampanye
Beberapa kegiatan para menteri yang disorot terkait netralitasnya belakangan ini adalah upaya dugaan politisasi bantuan sosial oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Teranyar, Menteri BUMN Erick Thohir juga mengundang Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam acara Natal Kementerian BUMN. Ketiga menteri tersebut diketahui mendukung pasangan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilpres 2024.
Bagja menyebut pihaknya masih harus memastikan apakah kegiatan yang dilakukan terkategori kampanye.
"Alat buktinya sampai atau tidak?
Ngajak pilih yang bersangkutan (capres-cawapres) atau tidak? Kalau sudah mengajak memilih yang bersangkutan, menurut Undang-Undang 7 (tentang Pemilu), itu tidak diperkenankan," pungkas Bagja.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))