Jakarta:
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan pemilihan presiden (
Pilpres) 2024 ini sangat berbeda dengan pelaksanaan Pilpres periode sebelumnya yakni pada 2014 dan 2019. Arief menyebut, Pilpres 2024 ini lebih banyak hiruk pikuknya karena banyaknya pelanggaran yang terjadi.
“Pilpres kali ini lebih hiruk pikuk. Pilpres kali ini diikuti beberapa hal yang spesifik sangat berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019. Ada pelanggaran etik yang dilakukan di MK, di KPU, dan banyak lagi yang menyebabkan hiruk pikuk itu,” kata Arief dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Jumat, 5 April 2024.
Bukan hanya pelanggaran etik saja, Arief juga menyebut hiruk pikuk ini ditambah dengan adanya dugaan mengenai keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu 2024 atau yang dikenal sebagai cawe-cawe.
"Yang terutama mendapat perhatian sangat luas dan kemudian didalilkan oleh pemohon, itu cawe-cawenya kepala negara (Jokowi)," ucapnya.
Meski begitu, Arief menyampaikan,
Mahkamah Konstitusi merasa tidak elok jika harus memanggil Presiden Jokowi hadir dalam sidang perselisihan hasil Pemilu 2024.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi hanya memanggil keempat menteri untuk merespons dalil pemohon bahwa ada dugaan kecurangan Pemilu melalui pemberian bansos.
“Mahkamah sebetulnya juga, apa iya kita memanggil kepala negara, Presiden Republik Indonesia? Kelihatannya kan kurang elok, karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan,” tambahnya.
“Kalau hanya sekedar kepala pemerintahan akan kita hadirkan di persidangan ini, tapi karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara yang harus kita junjung tinggi oleh semua
stakeholder, maka kita memanggil para pembantunya, dan pembantunya ini yang berkaitan dengan dalil pemohon,” lanjutnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((WAN))